Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat paripurna DPR, Selasa (27/8/2024).
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa reformasi perpajakan merupakan aspek penting dalam meningkatkan penerimaan negara.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, lanjut Sri Mulyani, pemerintah melakukan reformasi di berbagai bidang untuk meningkatkan penerimaan secara berkelanjutan. Dia bahkan mengibaratkan reformasi perpajakan sebagai tulang punggung (backbone) dalam meningkatkan penerimaan negara.
"Reformasi perpajakan, termasuk pelaksanaan coretax, menjadi backbone atau tulang belakang yang kuat bagi pemerintah untuk terus mencapai target penerimaan negara dan mendukung pembiayaan pembangunan," katanya dalam rapat paripurna DPR, Selasa (27/8/2024).
Sri Mulyani membeberkan beberapa upaya yang dijalankan dalam reformasi perpajakan antara lain melaksanakan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan memperbaiki organisasi tata kelola serta infrastruktur di bidang perpajakan.
Kemudian, penguatan penerimaan pajak juga dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, serta pemanfaatan teknologi pada sistem perpajakan. Saat ini, pemerintah juga tengah bersiap menerapkan coretax administration system pada akhir tahun ini.
Sebagai informasi, coretax dikembangkan untuk menggantikan sistem yang digunakan saat ini, yakni SIDJP. Nanti, coretax akan mencakup 21 proses bisnis DJP antara lain pendaftaran, pengelolaan SPT, serta pengawasan kewilayahan atau ekstensifikasi.
Selanjutnya, pembayaran, data pihak ketiga, exchange of information, penagihan, taxpayer account management, compliance risk management (CRM), pemeriksaan, pemeriksaan bukper dan penyidikan.
Kemudian, proses bisnis business intelligence, document management system, keberatan dan banding, non-keberatan, pengawasan, penilaian, layanan edukasi, knowledge management, dan data quality management.
Sri Mulyani menambahkan optimalisasi penerimaan perpajakan juga dijalankan melalui sinergi dan joint program penegakan hukum, serta harmonisasi kebijakan perpajakan. Selain itu, pemerintah juga akan terus mengantisipasi dinamika perpajakan internasional.
"Peningkatan untuk mengantisipasi arah perpajakan internasional akan terus dilakukan," ujarnya.
Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan senilai senilai Rp2.490,9 triliun dalam RAPBN 2025 atau naik 12,28% dari outlook penerimaan perpajakan 2024 senilai Rp2.218,4 triliun. Adapun soal tax ratio pada 2025, ditargetkan sebesar 10,24%.
Target tax ratio tersebut mendapat sorotan dari beberapa fraksi di DPR. Misal, Fraksi PDI-Perjuangan menyebut target tax ratio ini lebih kecil dari yang dibahas dalam KEM-PPKF.
Selain itu, target tax ratio juga masih jauh dari yang ditargetkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebesar 23%. (rig)