Ilustrasi. Petugas memeriksa bukti kain gulungan impor ilegal di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/8/2024). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/YU
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menyatakan telah ada beberapa kebijakan untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil, termasuk penerapan trade remedies berupa pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan bea masuk antidumping (BMAD).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan trade remedies untuk industri tekstil diberlakukan dengan memperhatikan keselarasan rantai industri. Pemerintah juga memastikan ketentuan domestik ini sejalan dengan pengaturan World Trade Organization (WTO).
“Pemerintah secara konsisten mendudukkan upaya solutif tersebut dengan tetap mempertimbangkan dampak terhadap perekonomian secara keseluruhan," katanya, Kamis (8/8/2024).
Febrio mengatakan tantangan industri tekstil tidak hanya berupa kompetisi di pasar global yang ketat, tetapi juga peningkatan impor produk tekstil, terutama dari China. Penurunan kinerja industri ini pun menjadi perhatian serius pemerintah mengingat serapan tenaga kerja yang besar.
Pemerintah, sambungnya, terus memantau pelemahan kinerja industri tekstil serta memberikan solusi untuk pemulihan jangka panjang.
Pemerintah terus mendorong transformasi industri tekstil nasional dengan memanfaatkan rantai pasok global serta penciptaan nilai tambah dan daya saing industri tekstil di dalam negeri. Dukungan juga diberikan lewat kebijakan insentif fiskal.
Insentif fiskal yang ditawarkan untuk industri tekstil antara lain tax holiday, tax allowance, supertax deduction vokasi dan litbang, insentif berbasis kawasan seperti kawasan ekonomi khusus/kawasan berikat, serta kebijakan trade remedies berupa pengenaan BMTP dan BMAD.
Sebagai infomasi, terkait dengan insentif perpajakan, DDTC telah menerbitkan buku Panduan Insentif Perpajakan di Indonesia 2024. Publikasi ini merupakan buku ke-25 yang diterbitkan DDTC. Simak ‘Dengan Buku Panduan dari DDTC, Pilih Insentif Perpajakan yang Cocok’.
Adapun sesuai dengan PP 34/2011, BMTP dan BMAD dikenakan pada suatu produk impor dengan tujuan memulihkan atau mencegah ancaman kerugian serius yang diderita industri dalam negeri akibat lonjakan jumlah barang impor atau adanya praktik dumping dari negara pengekspor.
Sejauh ini, sudah ada beberapa PMK mengenai pengenaan BMTP dan BMAD terhadap beberapa produk tekstil. Misal, PMK 142/2021 mengenai pengenaan BMTP atas impor produk pakaian dan aksesori pakaian yang berlaku selama 3 tahun hingga November 2024.
PMK 176/2022 memuat pengenaan BMAD atas impor produk serat pakaian (polyester staple fiber) yang berlaku selama 5 tahun hingga Desember 2027.
PMK 45/2023 memuat pengenaan BMTP atas impor tirai, kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya yang berlaku selama 3 tahun hingga Mei 2026. PMK 46/2023 memuat pengenaan BMTP atas impor produk benang dari serat stapel sintetik dan artifisial yang berlaku selama 3 tahun hingga Mei 2026.
Baru-baru ini, pemerintah juga melanjutkan kebijakan pengenaan BMTP terhadap impor produk kain, karpet, dan tekstil penutup lainnya selama 3 tahun berdasarkan pada PMK 48/2024. Kemudian, ada PMK 49/2024 yang memuat pengenaan BMTP terhadap impor produk karpet dan tekstil penutup lainnya.
"Penyusunan 2 PMK tersebut juga telah melibatkan seluruh pemangku kepentingan yaitu kementerian/lembaga," ujar Febrio.
Dia menambahkan pertumbuhan subsektor usaha tekstil dan produk tekstil sejauh ini belum kembali ke level prapandemi. Hal itu antara lain dipengaruhi oleh permintaan pasar domestik dan ekspor yang menurun.
Selain itu, persaingan produk tekstil di pasar global yang makin ketat. Kondisi tersebut juga telah berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor tekstil yang turun 2,8% dari 3,98 juta pada 2023 menjadi 3,87 juta pada 2024. (kaw)