Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Iyan Rubianto.
IJAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan terus mematangkan rencana pengenaan cukai terhadap produk minuman bergula dalam kemasan (MBDK).
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Iyan Rubianto mengatakan pengenaan cukai diperlukan untuk mengendalikan konsumsi MBDK yang dapat menyebabkan diabetes. Rencananya, pemerintah menargetkan 2 kelompok produk MBDK yang akan dikenakan cukai.
"Di warung-warung ada minuman teh dan kopi yang biasanya gulanya itu tidak sedikit. Nanti, kami tidak ke arah sana, tetapi ke industrinya yaitj minuman siap saji dan konsentrat yang diencerkan," katanya, dikutip pada Senin (22/7/2024).
Iyan menuturkan produk yang termasuk minuman siap saji tersebut seperti sari buah kemasan dengan tambahan gula; minuman berenergi; minuman lainnya seperti teh, kopi, dan minuman berkarbonasi; serta minuman spesial Asia seperti larutan penyegar.
Sementara itu, konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran tersebut berupa bubuk seperti kopi sachet; cair seperti sirup dan kental manis; serta padat atau effervescent.
Dia menjelaskan konsumsi gula masyarakat yang tinggi telah menjadi salah satu perhatian pemerintah karena menyebabkan diabetes dan obesitas. Indonesia pun termasuk 5 besar negara dengan prevalensi diabetes setelah China, India, Pakistan, dan Amerika Serikat.
Terkait dengan obesitas, angkanya di Indonesia telah melonjak dari 21,8% pada 2018 menjadi 36,8% pada 2023.
Melalui pengenaan cukai, pemerintah akan mendorong pola konsumsi yang lebih sehat karena harga MBDK menjadi lebih mahal. Kemudian, pemerintah akan mendorong industri mereformulasi produk yang lebih rendah gula.
Di sisi lain, kebijakan cukai MBDK akan meningkatkan kapasitas fiskal guna mendukung belanja kesehatan.
"Yang penting tarifnya spesifik per liter dan untuk earmarking juga kami bisa bekerja sama dengan teman-teman di [Kementerian] Kesehatan untuk menanggulangi ini," ujar Iyan.
Sejauh ini, lanjut Iyan, sebanyak 108 negara telah memberlakukan kebijakan beban fiskal pada minimum 1 jenis produk MBDK. Mayoritas negara pun memberlakukan beban fiskal terhadap produk MBDK dalam bentuk cukai.
Sebagai informasi, pemerintah mulai menyampaikan rencana pengenaan cukai MBDK kepada DPR pada awal 2020. Pemerintah dan DPR bahkan mematok target setoran cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun.
Target cukai MBDK pun rutin masuk dalam UU APBN. Pada 2024, target penerimaan cukai MBDK ditetapkan senilai Rp4,38 triliun.
Melalui dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah kembali berencana untuk melakukan ekstensifikasi barang kena cukai, salah satunya ialah pengenaan cukai terhadap produk MBDK. (rig)