Ilustrasi. Kapal barang memuat jagung di Pelabuhan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo, Rabu (29/5/2024). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wpa.
JAKARTA, DDTCNews - Tim Teknis National Logistics Ecosystem (NLE) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan lembaga survei independen dari Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (Prospera) mengadakan diseminasi survei efektivitas layanan NLE.
Ketua Pelaksana Harian Tim Teknis NLE Rudy Rahmaddi mengatakan hasil survei yang dilaksanakan Prospera pada 2023 menunjukkan kehadiran layanan NLE mampu mendorong efisiensi waktu dan biaya logistik. Harapannya, NLE bisa meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.
"Kegiatan ini merupakan rangkaian monitoring dan evaluasi terhadap layanan NLE yang saat ini telah diimplementasikan di 46 pelabuhan Indonesia," katanya, dikutip pada Kamis (6/6/2024).
Rudy menuturkan pengembangan ekosistem logistik nasional yang sehat dan kompetitif memerlukan kolaborasi, komitmen, dan kerja bersama kementerian/lembaga dan pelaku usaha. Adapun diseminasi survei ini juga menjadi salah satu bentuk kolaborasi para pelaku ekosistem logistik di Indonesia.
Survei Efektivitas Layanan NLE pada 2023 dilaksanakan di 14 pelabuhan nasional dengan sampel populasi sebanyak 1.393 responden.
Hasil survei menunjukkan efisiensi waktu yang dihasilkan (dibandingkan dengan proses sebelumnya) pada layanan delivery order (DO) online mencapai 40,3%, surat penyerahan peti kemas (SP2) online sebesar 47%, SSm Quarantine Customs (QC) sebesar 73,4%, SSm Pengangkut sebesar 21,6%, dan SSm Perizinan sebesar 56,4%.
Selain penghematan waktu, NLE juga telah menghemat biaya pada layanan DO online sebesar 25,7%, SP2 online sebesar 32,4%, SSm QC sebesar 46,1%, SSm Pengangkut sebesar 45,5%, dan SSm Perizinan sebesar 97,8%.
Penilaian efisiensi tersebut juga terkonfirmasi dari testimoni para pengguna layanan yang menyatakan layanan NLE membantu perusahaan bekerja lebih efektif dan efisien, baik dari aspek waktu maupun biaya.
Menurut Rudy, efisiensi yang terjadi merupakan bentuk upaya menghilangkan repetisi dan duplikasi. Hal ini terutama terjadi pada operasional proses bisnis layanan pemerintah dan jasa kepelabuhanan, seperti layanan kedatangan/ keberangkatan kapal, layanan kepabeanan, layanan keimigrasian, layanan karantina, dan layanan kepelabuhanan.
Dari aspek yang lebih makro, salah satu hasil yang terlihat ialah penurunan biaya logistik nasional dari 24,64% pada 2013 menjadi hanya 14,29% pada 2024 berdasarkan tabel Bappenas. Angka ini ditargetkan terus menurun menjadi 8% pada 2045.
"Hal ini memberikan optimisme bahwa program perbaikan logistik saat ini berjalan pada arah yang tepat," ujar Rudy.
Meski demikian, Prospera juga memberikan catatan dan rekomendasi terhadap area dan hal-hal yang perlu dilakukan perbaikan untuk penyempurnaan layanan.
Catatan perbaikan tersebut antara lain terkait dengan keandalan sistem, kualitas sosialisasi layanan, peningkatan layanan customer service, dan tantangan peningkatan utilitas yang dinilai masih belum optimal.
Dari catatan yang diberikan Prospera tersebut, lanjut Rudy, tim NLE siap menindaklanjuti guna meningkatkan kinerja logistik Indonesia. Terlebih, biaya logistik Indonesia masih menjadi yang tertinggi di kawasan. (rig)