Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan membawa sejumlah agenda prioritas dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) ke-13 pada 26-29 Februari 2024. Salah satunya ialah mengenai program kerja niaga elektronik.
Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan pemerintah akan mendorong WTO untuk melanjutkan pembahasan mengenai program kerja niaga elektronik (e-commerce) yang diluncurkan sejak 1998.
Harapannya, moratorium bea masuk atas transmisi elektronik atau customs duties on electronic transmission (CDET) dapat disetop.
"Penting bagi WTO untuk fokus terlebih dahulu membahas program kerja e-commerce untuk memperjelas ruang lingkup CDET dan bagaimana mengatasi kesenjangan tingkat kemajuan digital negara-negara anggota WTO, khususnya di negara berkembang," katanya, dikutip pada Selasa (27/2/2024).
Djatmiko menuturkan KTM WTO ke-13 dapat menjadi momentum untuk melanjutkan pembahasan rencana pengenaan bea masuk atas barang digital. WTO pun bisa memberikan kejelasan mengenai definisi dan ruang lingkup bea masuk atas barang digital tersebut.
Pengenaan bea masuk atas barang digital masih terkendala moratorium yang terus diperpanjang dalam KTM WTO sejak 1998. Negara berkembang menilai moratorium bea masuk barang digital tersebut telah menghilangkan potensi penerimaan negara secara signifikan.
Di sisi lain, negara maju seperti Uni Eropa memandang pengenaan bea masuk atas barang digital justru berpotensi menimbulkan kerugian lebih besar pada perekonomian.
Di Indonesia, pemerintah telah mengatur pengenaan bea masuk barang digital walaupun bertarif 0%. Ketentuan itu tertuang dalam PMK 17/2018, yang di dalamnya memuat uraian barang peranti lunak dan barang digital lainnya yang ditransmisikan secara elektronik.
Barang yang masuk dalam kelompok tersebut meliputi peranti lunak sistem operasi; peranti lunak aplikasi multimedia (audio, video, atau audio visual); data pendukung atau penggerak sistem permesinan; serta peranti lunak dan barang digital lainnya.
Tidak hanya soal bea masuk barang digital, Djatmiko menyebut Indonesia juga kembali menyuarakan memulihkan sistem penyelesaian sengketa secara penuh. Hal ini penting dalam rangka menciptakan sistem perdagangan multilateral berjalan secara adil dan menjamin kepastian hukum.
Menurutnya, Indonesia yang merupakan salah satu negara pengguna aktif sistem penyelesaian sengketa, sangat menyesalkan lumpuhnya Badan Banding WTO dalam menguji kasus-kasus sengketa pada tahap banding.
"Untuk itu, pemerintah Indonesia akan mendorong WTO untuk dapat melakukan pemulihan secara penuh sistem penyelesaian sengketa sesuai mandat KTM sebelumnya, yaitu dilaksanakan pada 2024," ujar Djatmiko.
Selain kedua isu tersebut, Indonesia dalam KTM WTO juga turut memperjuangkan kesepakatan mengenai public stockholding (kepemilikan saham publik) untuk ketahanan pangan, serta subsidi perikanan. (rig)