Ilustrasi.
SURABAYA, DDTCNews – Dalam nota keuangan dan RAPBN 2024, pemerintah mulai memakai istilah minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebagai barang yang direncanakan kena cukai pada tahun depan.
Istilah ini berbeda dari yang tertuang dalam APBN 2022 dan 2023, yaitu minuman bergula dalam kemasan. Menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto, produk minuman berpemanis ini akan mencakup minuman bergula dan minuman mengandung pemanis buatan dalam kemasan.
"Karena kan ada pemanis buatan. Jadi, termasuk pemanis itu tadi. Ada pemanis buatan yang tingkat pemanisnya jauh lebih tinggi," katanya, Rabu (13/9/2023).
Nirwala menuturkan pengenaan cukai MBDK diharapkan dapat mulai diimplementasikan pada 2024. Menurutnya, terdapat setidaknya 3 aspek yang perlu dipertimbangkan untuk ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).
Pertama, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengamanatkan penambahan/pengurangan objek cukai perlu dibahas dengan DPR dan masuk dalam UU APBN. Rencana ekstensifikasi BKC ini juga sudah disampaikan ketika pembahasan RAPBN 2024 bersama DPR.
Kedua, pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi yang masih dalam fase pemulihan. Menurut Nirwala, perekonomian global dan domestik sejauh ini dipandang masih diliputi dengan berbagai ketidakpastian.
Ketiga, pemerintah harus menyiapkan peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum kebijakan penambahan atau pengurangan objek cukai. Saat ini, pemerintah masih menyusun RPP soal kebijakan cukai ini secara komprehensif.
Nirwala menyebut perubahan istilah dari minuman bergula menjadi minuman berpemanis dalam kemasan bertujuan mengakomodasi produk berpemanis yang juga menyebabkan efek buruk pada kesehatan.
Apabila dinamakan minuman berpemanis dalam kemasan, sambungnya, potensi produk-produk yang dikenakan cukai juga bisa menjadi lebih banyak.
"Iya lebih besar. Jadi, apa pun itu, sedang dibicarakan dengan DPR dan tentunya setelah disetujui pun harus dibuat PP-nya," ujarnya. (rig)