Ilustrasi. Pengendara roda dua melintas di samping baliho alat peraga kampanye (APK) di Pandeglang, Banten, Senin (17/7/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/rwa.
JAKARTA, DDTCNews – Spanduk dan baliho peserta pemilu tidak lagi menjadi objek pajak reklame pada 2024 seiring dengan diterbitkannya UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik perhatian umum terhadap sesuatu.
“Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame,” demikian penggalan Pasal 60 ayat (1) UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), dikutip pada Rabu (2/8/2023).
Objek pajak reklame meliputi reklame papan/billboard/videotron/megatron; reklame kain; reklame melekat/stiker; reklame selebaran; reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; reklame udara; reklame apung; reklame film/slide; dan reklame peragaan.
Meski begitu, terdapat jenis reklame yang dikecualikan sebagai objek pajak reklame. Salah satunya ialah reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial. Pengecualian tersebut sebelumnya tidak disebutkan dalam UU No. 28/2009.
Selain reklame untuk kepentingan kegiatan politik, terdapat reklame lainnya yang dapat dikecualikan sebagai objek pajak reklame. Pertama, penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.
Kedua, label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
Ketiga, nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan dan/atau di dalam area tempat usaha atau profesi yang jenis, ukuran, bentuk, dan bahan reklamenya diatur dalam perkada dengan berpedoman pada ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi itu.
Keempat, reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Kelima, reklame lainnya yang diatur dengan perda.
Tambahan informasi, subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. Sementara itu, wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.
Berdasarkan UU HKPD, tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%. Besaran pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak reklame dengan tarif pajak reklame.
Pajak reklame yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat reklame tersebut diselenggarakan. Khusus untuk reklame berjalan, pajak reklame yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat usaha penyelenggara reklame terdaftar.
Untuk diperhatikan, perda mengenai pajak dan retribusi yang disusun berdasarkan UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya UU HKPD. (rig)