BERITA PAJAK HARI INI

Perjanjian MLA Persempit Ruang Pengemplang Pajak

Kurniawan Agung Wicaksono
Kamis, 07 Februari 2019 | 08.02 WIB
Perjanjian MLA Persempit Ruang Pengemplang Pajak

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Perjanjian MLA antara Indonesia dengan Swiss diyakini mampu mempersempit ruang gerak para koruptor dan pengemplang pajak untuk menyimpan uang hasil kejahatannya di Swiss. Hal ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (7/2/2019).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif mengatakan dengan adanya perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance/MLA), pertukaran informasi keuangan dan perpajakan antara kedua negara akan lebih mudah.

Aparat penegak hukum, termasuk KPK, bisa lebih mudah menelusuri aset dan uang ilegal tersebut. Dengan demikian, komitmen seluruh aparat penegak hukum dalam memanfaatkan perjanjian MLA menjadi sangat krusial.

Seperti diketahui, perjanjian yang terdiri atas 39 pasal ini mengatur bantuan hukum terkait pelacakan, pembekuan, penyitaan, hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Perjanjian serupa juga telah diteken Indonesia dengan negara anggota Asean, Australia, China, Hong Kong, Korea Selatan, India, Vietnam, Uni Emirat Arab, dan Iran.

Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti masalah perlunya agresivitas pemerintah dalam memberi insentif pajak. Hal ini dinilai perlu untuk mendorong masuknya investasi ke Tanah Air. Berkaca dari tahun lalu, investasi yang loyo berdampak pula pada tidak terakselerasi signifikannya pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu tercatat sebesar 5,17%. Angka ini jauh dari asumsi yang ada di APBN 2018 sebesar 5,4% dan sedikit di bawah outlook pemerintah sebesar 5,2%. Jika ditinjau dari pengeluaran, PDB masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Ruang Gerak Pengemplang Pajak Makin Terbatas

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan perjanjian MLA Indonesia dengan Swiss akan membuat institusinya lebih mudah menelusuri aset dan dana ilegal dari para koruptor ataupun pengemplang pajak. Perjanjian ini akan dioptimalkan.

“Para koruptor atau pengemplang pajak tidak akan lagi leluasa menyimpan uang hasil kejahatan di Swiss karena akan gampang ditelusuri oleh aparat penegak hukum oleh kedua negara,” katanya.

  • Pemerintah Perlu Bentuk Gugus Tugas

Pascapenandatanganan perjanjian MLA Indonesia dan Swiss, pemerintah diminta untuk segera membentuk gugus tugas. Gugus tugas ini terdiri atas KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Bank Indonesia, dan Ditjen Pajak. Gugus tugas diperlukan untuk penguatan penegakan hukum tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan pidana perpajakan.

  • Super Deduction Tax Diperlukan

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan insentif pajak yang sudah diberikan pemerintah kurang begitu agresif jika dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Salah satu insentif yang diperlukan adalah super deduction tax. Selain menarik investor, insentif ini juga akan meningkatkan keterampilan pekerja Tanah Air.

“Insentif untuk pelatihan vokasi diperlukan supaya keterampilan meningkat seiring dengan industri berteknologi tinggi. Kalau tidak pekerja kita akan ketinggalan,” kata Thomas.

  • Indeks Keyakinan Konsumen Turun

Bank Indonesia melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dalam Survei Konsumen pada Januari 2019 turun. Indeks pada Januari 2019 tercatat sebesar 125,5, lebih rendah dibandingkan posisi Desember 2018 sebesar 127,0. Kendati demikian, bank sentral menilai optimisme konsumen masih terjaga baik.

  • Relaksasi Prosedur Ekspor Ditentang

Rencana penghapusan kewajiban laporan surveyor untuk ekspor beberapa komoditas, termasuk rotan dan kayu dinilai tidak mendukung semangat hilirisasi di dalam negeri. Pelaku usaha meminta pemerintah seharusnya fokus pada ekspor produk yang sudah memiliki nilai tambah.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.