THAILAND

Tuntut PM Thailand Mundur, Muncul Seruan 'Pajak Saya'

Dian Kurniati
Minggu, 18 Oktober 2020 | 07.01 WIB
Tuntut PM Thailand Mundur, Muncul Seruan 'Pajak Saya'

Massa pro-demokrasi di Bangkok mengacungkan simbol 3 jari mereka untuk menuntut reformasi monarki dan mundurnya Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha. (Jorge Silva/Reuters/Aljazeera.com)

BANGKOK, DDTCNews - Sekitar 10 ribu mahasiswa dan warga Thailand kembali mengadakan demonstrasi besar untuk menyerukan reformasi monarki dan mendesak Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha mundur dari jabatannya.

Dalam demonstrasi yang digelar di Bangkok, Rabu (14/10/2020), massa prodemokrasi menyerukan teriakan 'pajak kami' berulang kali. Mereka juga mengangkat tangan dan membuat simbol tiga jari kepada iring-iringan mobil kerajaan yang lewat.

"Monarki menghabiskan banyak uang pajak. Politik dan monarki saling terkait erat. Bahkan jika kita mengubah piagam, raja masih bisa turun tangan. Jadi reformasi monarki dan politik harus dilakukan secara bersamaan," kata seorang mahasiswa Thailand, seperti dikutip Kamis (15/10/2020).

Ribuan demonstran yang sebagian besar terdiri atas mahasiswa Thailand memadati jalan di Bangkok untuk menyerukan reformasi demokrasi, termasuk pembatasan kekuasaan dan kekayaan monarki.

Sementara itu, para pendukung loyalis pemerintah membuat protes tandingan, dan menyatakan mereka berkumpul untuk menyambut Raja Maha Vajiralongkorn yang akan menghadiri upacara di Bangkok sebagai tanda akhir Prapaskah Buddha.

Para pengunjuk rasa anti-pemerintah pertama kali berkumpul di Monumen Demokrasi, sebelum berjalan ke Gedung Pemerintah untuk menyerukan pengunduran PM Prayuth, yang berkuasa sejak kudeta 2014. "Kami tidak akan pergi sampai Prayuth mundur," kata pemimpin protes Arnon Nampa.

Beberapa bentrokan terjadi walaupun sebagian besar protes berlangsung damai. Para demonstran menyatakan tidak takut menghadapi bentrokan demi menciptakan pemerintahan yang antikorupsi dan perbaikan ekonomi.

Merespons demonstrasi tersebut, pemerintah merilis dekrit yang melarang lebih dari 5 orang berkerumun. Polisi juga telah menangkap lebih dari 20 orang demonstran, termasuk para pimpinan massa.

"Sangat penting dan mendesak untuk mengakhiri situasi ini secara efektif dan segera untuk menjaga perdamaian dan ketertiban," bunyi keputusan itu, dilansir theguardian.com. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.