Ilustrasi.
SUKABUMI, DDTCNews – Pemkot Sukabumi, Jawa Barat menaikkan ambang batas omzet pengenaan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas penyerahan makanan dan/atau minuman.
Ambang batas omzet pengenaan PBJT atas penyerahan makanan dan/atau minuman sebelumnya senilai Rp3 juta/bulan. Kini, ambang batas tersebut dinaikkan menjadi Rp5 juta/bulan. Kenaikan ambang batas itu diatur melalui Perda Kota Sukabumi 2/2025.
“Yang dikecualikan dari objek PBJT...adalah penyerahan makanan dan/atau minuman: dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp5 juta per bulan,” bunyi Pasal 19 ayat (1) Perda Kota Sukabumi 2/2025, dikutip pada Kamis (6/3/2025).
Perda Kota Sukabumi 2/2025 merupakan revisi dari Perda Kota Sukabumi 4/2023 yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Adapun Perda Kota Sukabumi 2/2025 berlaku mulai 13 Januari 2025.
Berlakunya perda tersebut membuat restoran dengan omzet tidak melebihi Rp5 juga tidak perlu memungut PBJT atas penyerahan makanan dan/atau minuman (dulu pajak restoran) terhadap pelanggannya.
Merujuk penjelasan Perda Kota Sukabumi 2/2025, kenaikan ambang batas tersebut dimaksudkan untuk mendukung perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain menaikkan ambang batas tersebut, pemkot juga mengubah 13 ketentuan pajak dan retribusi.
Sebagai informasi, PBJT atas penyerahan makanan dan/atau minuman sebelumnya disebut sebagai pajak restoran. Pergantian terminologi itu diatur melalui UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
PBJT berarti pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Sementara itu, makanan dan/atau minuman yang dimaksud adalah yang disediakan, dijual, dan/atau diserahkan baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui pesanan oleh restoran.
Perlu dipahami, restoran dalam konteks ini adalah fasilitas penyediaan layanan makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran. Berdasarkan pengertian tersebut dan penegasan pada PMK 70/2022, rumah makan dan warung juga tercakup di dalamnya.
PBJT menyasar restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian makanan dan/atau minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum. Hal ini merupakan klausul baru yang sebelumnya belum diatur dalam UU PDRD.
Klausul tersebut perlu digarisbawahi karena menjadi patokan pembeda antara penyediaan makanan dan/atau minuman yang dikenakan PBJT dan pajak pertambahan nilai (PPN). Simak Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman? (rig)