PAJAK barang dan jasa tertentu (PBJT) merupakan nomenklatur pajak baru yang diatur dalam UU HKPD. Pada dasarnya, PBJT merupakan integrasi 5 jenis pajak daerah berbasis konsumsi, yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 42 UU HKPD, PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Barang dan/atau jasa tertentu yang menjadi objek PBJT tersebut di antaranya adalah jasa perhotelan. Lantas, apa itu PBJT atas Jasa Perhotelan?
Berdasarkan Pasal 1 angka 47 UU HKPD, jasa perhotelan merupakan jasa penyediaan akomodasi yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan, dan/atau fasilitas lainnya.
Sementara itu, jasa perhotelan meliputi jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan
Secara lebih terperinci, penyedia jasa perhotelan yang disasar PBJT seperti: hotel; hostel; vila; pondok wisata; motel; losmen; rumah penginapan/guest house/bungalo/resort/ cottage; tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel; wisma pariwisata; pesanggrahan; dan glamping.
Dari pengertian tersebut, PBJT jasa perhotelan adalah pajak yang dikenakan atas jasa penyediaan akomodasi dengan beragam fasilitas penunjangnya serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan.
Lebih lanjut, pengenaan PBJT tidak hanya menyasar hotel, tetapi beragam jasa penyedia akomodasi lainnya seperti vila, losmen, rumah penginapan, bahkan sampai dengan tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel.
Maksud tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel adalah rumah, apartemen, dan kondominium yang disediakan sebagai jasa akomodasi selayaknya akomodasi hotel. Namun, tempat tinggal pribadi yang disewakan (kontrak) dalam jangka panjang (lebih dari satu bulan) tidak termasuk dalam cakupan.
Namun, tidak semua jasa perhotelan dikenakan PBJT. Terdapat 5 jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PBJT atas jasa perhotelan. Pertama, jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Kedua, jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis. Ketiga, jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan. Keempat, jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata.
Kelima, jasa persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel. Jasa persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel berarti ruangan yang disewa oleh pelaku usaha untuk penyelenggaraan kegiatan usaha seperti kantor, toko, atau mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di dalam hotel.
Sementara itu, jasa persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel tersebut merupakan objek PPN. Adapun perincian ketentuan antara jasa perhotelan yang dikenakan pajak daerah dan PPN tercantum dalam PMK 70/2022.
Sebelum direklasifikasi menjadi PBJT atas Jasa Perhotelan, pajak daerah yang dikenakan atas layanan yang disediakan hotel disebut sebagai pajak hotel. Berdasarkan UU PDRD, pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
UU PDRD mengartikan hotel sebagai fasilitas penyedia jasa penginapan/ peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan. Rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10.
Apabila disandingkan dengan PBJT atas Jasa Perhotelan, perbedaan paling mencolok terdapat pada rumah kos. Sebelumnya, UU PDRD memasukkan rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 unit dalam kategori hotel sehingga turut dikenakan pajak hotel.
Namun, PBJT atas Jasa Perhotelan kini tidak lagi memasukkan rumah kos dalam pengertian jasa perhotelan. Untuk itu, PBJT atas Jasa Perhotelan tidak dikenakan atas rumah kos. Simak UU HKPD Berlaku, Rumah Kos Bebas Pajak Hotel Mulai Tahun Depan (rig)