KEBIJAKAN CUKAI

Tarif Cukai Rokok 2022 Belum Diputuskan, DJBC: Masih Direviu Internal

Dian Kurniati
Kamis, 25 November 2021 | 19.30 WIB
Tarif Cukai Rokok 2022 Belum Diputuskan, DJBC: Masih Direviu Internal

Dirjen Bea dan Cukai Askolani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (25/11/2021).

JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Bea dan Cukai Askolani menyebut pemerintah masih memerlukan waktu untuk menyampaikan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok pada 2022.

Askolani mengatakan terdapat sejumlah aspek yang perlu dikaji lebih matang. Menurutnya, penetapan kebijakan mengenai tarif cukai rokok harus dilakukan secara komprehensif.

"Mengenai kebijakan cukai, saat ini masih direviu di internal pemerintah sebab memang melihat kebijakan ini harus secara komprehensif," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (25/11/2021).

Askolani menuturkan terdapat beberapa dimensi yang dipertimbangkan dalam menetapkan tarif cukai rokok pada 2022. Dimensi tersebut di antaranya meliputi sisi kesehatan, petani, industri, tenaga kerja, dan penerimaan negara.

Dalam pembahasannya, kajian mengenai kebijakan tarif cukai juga harus melibatkan sejumlah lembaga dan kementerian teknis.

Selain itu, Askolani juga menginginkan kebijakan tarif cukai 2022 tidak memicu maraknya peredaran rokok ilegal. Selama ini, lanjutnya, pemerintah selalu mewaspadai kemunculan barang kena cukai ilegal, termasuk rokok, baik dari dalam maupun luar negeri.

"Kami juga mempertimbangkan potensi kebijakan harga terhadap timbulnya barang-barang ilegal, baik dari dalam maupun dari impor," ujarnya.

Askolani sebelumnya sempat menargetkan kajian mengenai kebijakan tarif cukai rokok 2022 akan rampung pada Oktober 2021. Keputusan mengenai tarif cukai rokok 2022 akan disampaikan kepada publik setelah ditetapkan pemerintah.

Target penerimaan cukai pada UU APBN 2022 mencapai Rp203,92 triliun. Angka tersebut naik 13,2% dari target tahun ini yang senilai Rp180 triliun.

Pada 2021, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 12,5%. Kenaikan tersebut lebih rendah ketimbang tahun sebelumnya sebesar 23% karena salah satunya mempertimbangkan adanya pandemi Covid-19. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.