PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (3)

Subjek, Tarif, dan Dasar Pengenaan PBB

Redaksi DDTCNews | Kamis, 21 Januari 2021 | 17:38 WIB
Subjek, Tarif, dan Dasar Pengenaan PBB

DALAM pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB), penting untuk memahami subjek PBB beserta tarif dan dasar pengenaan pajaknya. Lantas bagaimana ketentuan ketiganya dalam PBB? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilihat bagaimana pengaturan dalam undang-undang (UU).

Subjek PBB
PEMUNGUTAN PBB dilakukan oleh pemerintah pusat (PBB-P3 dan PBB lainnya) dan pemerintah daerah (PBB-P2).

Ketentuan mengenai subjek PBB yang dipungut oleh pemerintah pusat mengacu pada UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB). Sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PBB, subjek PBB adalah orang atau badan yang memiliki hak, memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan, atau yang menguasai suatu bangunan.

Baca Juga:
Bentuk UN Tax Convention, G-7 Ungkap Pentingnya Konsensus dalam Pajak

Namun, karena luasnya ruang lingkup PBB pada tingkat pusat ini, tak jarang ditemui suatu objek PBB yang belum diketahui secara jelas siapa subjek yang merupakan wajib pajaknya. Untuk itu, berdasarkan pada Pasal 1 ayat (3) UU PBB, dirjen pajak dapat menetapkan subjek pajak yang memiliki hak, memperoleh manfaat, dan/atau menguasai objek PBB tersebut sebagai wajib pajaknya.

Sementara itu, ketentuan mengenai subjek PBB pada lingkup daerah (PBB-P2) mengacu pada Pasal 78 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Terkait dengan cara menetapkan subjek yang merupakan wajib pajak, ketentuannya tidak jauh berbeda dengan UU PBB pada lingkup pusat.

Berdasarkan ketentuan tersebut, subjek PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata memiliki hak, memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan, atau yang menguasai suatu bangunan yang merupakan objek PBB-P2. Setiap subjek yang telah memenuhi persyaratan tersebut akan ditetapkan sebagai wajib pajak PBB-P2.

Baca Juga:
Wah! Ada Hadiah Umrah Gratis untuk Wajib Pajak yang Taat di Daerah Ini

Tarif dan Dasar Pengenaan PBB
APABILA seorang wajib pajak telah ditetapkan sebagai subjek PBB, baik itu yang dipungut oleh pemerintah pusat maupun daerah, ia memiliki kewajiban untuk membayar pajak tersebut sesuai dengan jumlah tarif dan dasar pengenaan yang ditetapkan.

Untuk PBB dalam lingkup pusat mengacu pada ketentuan Pasal 5 UU PBB. Pasal ini menetapkan besarnya tarif pajak yang dikenakan atas suatu objek PBB pada lingkup pusat adalah sebesar 0,5%. Adapun rumus umum perhitungan PBB adalah sebagai berikut:

Rumus perhitungan pajak PBB = tarif 0.5% x NJKP

Baca Juga:
Banyak Data Tak Valid, Pemda Ini Kesulitan Tagih Tunggakan PBB-P2

Berdasarkan pada Pasal 6 ayat (3) UU PBB, NJKP ditentukan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP. Untuk PBB-P3, yang masuk pada sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan (P3) sebesar 40% dari Nilai Jual Objel Pajak (NJOP).

Untuk objek pajak sektor lainnya, NJKP ditetapkan sebesar 40% apabila NJOP mencapai Rp1 miliar atau lebih. Bila objek pajak lainnya memiliki NJOP

Perhitungan PBB-P3 atau PBB lainnya yang dikelola pemerintah pusat juga diberikan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) bangunan yang ditetapkan senilai Rp2 juta. Nilainya akan disesuaikan dengan suatu faktor penyesuaian yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

Baca Juga:
Begini Sikap Pemerintah Indonesia Terkait Konflik Iran-Israel

Besarnya NJOP juga ditetapkan setiap tiga tahun sekali oleh menteri keuangan. Namun, untuk daerah tertentu, penetapannya dapat dilakukan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerah tersebut. Berdasarkan ketentuan di atas, rumus pengenaan PBB yang dipungut oleh pemerintaha pusat adalah sebagai berikut:

PBB
= Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif x NJKP
= Tarif x (40% x (NJOP-NJOPTKP))*
*persentase NJKP 40% untuk PBB-P3.

Sementara itu, besaran tarif yang dikenakan pada PBB-P2 mengacu pada ketentuan Pasal 80 UU PDRD. Berdasarkan ketentuan tersebut, tarif PBB-P2 paling tinggi sebesar 0,3% yang ditentukan besarannya melalui peraturan daerah.

Baca Juga:
Bantu Bagikan SPPT PBB, Ada Insentif Buat Camat Hingga Ketua RT/RW

Tak jauh berbeda dengan PBB pada tingkat pusat, berdasarkan Pasal 79 UU PDRD, yang menjadi dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP. Besarnya NJOP tersebut ditetapkan setiap tiga tahun oleh kepala daerah masing-masing, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan di wilayahnya.

Perlu dipahami, dalam hal perhitungannya, tidak ada unsur NJKP yang merupakan persentase tertentu dari NJOP. Dengan kata lain, perhitungan PBB-P2 berbeda dengan perhitungan dasar PBB P3 yang mengenal adanya NJKP.

Selanjutnya, penghitungan besaran pokok PBB-P2 yang terutang mengacu pada Pasal 81 UU PDRD. Besaran pokok tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif yang telah ditentukan dengan dasar pengenaan pajak yang ditetapkan kepala daerah (NJOP) setelah dikurangi NJOPTKP.

Baca Juga:
Ada Pajak Alat Berat 0,2%, Ini Perda Baru Sumbar Soal Pajak Daerah

Sesuai dengan Pasal 77 ayat (4) dan (5) UU PDRD, besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib pajak. Selain NJOP, NJOPTKP ini juga ditetapkan dengan peraturan daerah. Dengan kata lain, rumus dari penghitungan PBB-P2 adalah sebagai berikut:

PPB-P2
= Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif x (NJOP-NJOPTKP).

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 18 April 2024 | 13:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Bentuk UN Tax Convention, G-7 Ungkap Pentingnya Konsensus dalam Pajak

Kamis, 18 April 2024 | 10:05 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Wah! Ada Hadiah Umrah Gratis untuk Wajib Pajak yang Taat di Daerah Ini

Selasa, 16 April 2024 | 18:00 WIB KABUPATEN SUKOHARJO

Banyak Data Tak Valid, Pemda Ini Kesulitan Tagih Tunggakan PBB-P2

Senin, 15 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Begini Sikap Pemerintah Indonesia Terkait Konflik Iran-Israel

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan