BERITA PAJAK HARI INI

Simak, 4 Relaksasi Kebijakan Pajak untuk Cegah Penyebaran Virus Corona

Redaksi DDTCNews
Kamis, 26 Maret 2020 | 07.55 WIB
Simak, 4 Relaksasi Kebijakan Pajak untuk Cegah Penyebaran Virus Corona

Ilustrasi gedung DJP. 

JAKARTA, DDTCNews – Sejumlah pelonggaran kebijakan yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP) dalam masa pencegahan penyebaran virus Corona menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (26/3/2020).

Sejumlah pelonggaran yang dimaksud termuat dalam Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-156/PJ/2020. Beleid ini ditetapkan dan diteken langsung oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 20 Maret 2020 dan mulai berlaku pada tanggal yang sama.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam keterangan resminya menjabarkan setidaknya ada empat poin pelonggaran kebijakan yang diberikan otoritas melalui beleid tersebut.

Pertama, penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan SPT tahunan dan pembyaran pajak bagi wajib pajak orang pribadi sampai dengan 30 April 2020. Seperti diketahui, sesuai ketentuan batas akhir sebenarnya jatuh pada 31 Maret 2020.

“Sebagai akibat penyebaran virus Corona maka sejak 14 Maret 2020 sampai dengan 30 April 2020 ditetapkan sebagai keadaan kahar (force majeur),” ujarnya dalam keterangan resmi tersebut. Simak artikel ‘Dirjen Pajak Rilis Beleid Kebijakan Perpajakan Terkait Efek COVID-19’.

Kedua, wajib pajak orang pribadi yang menjadi peserta amnesti pajak dan memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan – realisasi pengalihan dan investasi harta tambahan atau penempatan harta tambahan – dapat melaporkannya paling lambat 30 April 2020. Simak artikel ‘Efek Virus Corona, DJP Beri Kelonggaran Peserta Amnesti Pajak’.

Ketiga, wajib pajak dapat menyampaikan SPT masa PPh pemotongan/pemungutan untuk masa pajak Februari 2020 pada 21 Maret 2020 hingga 30 April 2020 tanpa dikenai sanksi administrasi keterlambatan.

Keempat, pengajuan upaya hukum tertentu yang memiliki batas waktu pengajuan antara 15 Maret hingga 30 April 2020 diberikan perpanjangan batas waktu sampai 31 Mei 2020. Simak artikel ‘ Efek Virus Corona, DJP Perpanjang Waktu Pengajuan Upaya Hukum WP’.

Selain itu, sejumlah media juga menyoroti rencana pemerintah untuk melakukan penyesuaian APBN 2020 setelah penerimaan pajak masih negatif hingga dua bulan pertama dan belanja negara yang masih cukup besar. Defisit anggaran juga diproyeksi membengkak dari patokan awal pemerintah.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Respons Cepat

Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat sejumlah pelonggaran yang diberikan otoritas kepada wajib pajak orang pribadi sudah tepat. Langkah serupa telah diambil oleh beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Arab Saudi.

“Relaksasi yang sudah dilakukan Indonesia bagi wajib pajak dalam situasi saat ini pada dasarnya sudah sangat baik dan memperlihatkan respons cepat pemerintah,” katanya. (Kontan)

  • APBN Perubahan

Ada sejumlah alasan pemerintah perlu mengubah APBN 2020. Pertama, asumsi makro ekonomi meleset. Kedua, perubahan fokus anggaran belanja. Ketiga, penerimaan perpajakan yang masih seret dan diproyeksi tidak akan membaik signifikan karena efek virus Corona.

Selain mengusulkan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terhadap UU Pajak Penghasilan (PPh), Badan Anggaran (Banggar) DPR juga meminta pemerintah mengeluarkan Perppu Keuangan Negara.

Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengatakan pemerintah perlu segera menerbitkan Perppu Keuangan Negara, terutama di bagian penjelasan. Perppu dibutuhkan untuk meningkatkan batas defisit anggaran dari 3% menjadi 5% terhadap PDB.

Said juga mengatakan pemerintah perlu segera menerbitkan Perppu APBN 2020. Hal ini dikarenakan tidak dapat dilakukannya Rapat Paripurna DPR dalam waktu dekat sebagai konsekuensi kebijakan social distancing untuk mencegah penyebaran virus Corona. Simak artikel ‘DPR Usul Batasan Defisit Anggaran Bisa Dinaikkan Jadi 5% terhadap PDB’. (Bisnis Indonesia/Kontan/DDTCNews)

  • Fokus ke Masyarakat dan Pelaku Usaha

Sri Mulyani mengatakan beberapa perubahan belanja negara akibat virus Corona perlu dituangkan dalam APBNP. Terkait dengan usulan pelebaran batas defisit anggaran, dia tidak memberikan respons secara langsung, apakah itu setuju atau tidak. Simak artikel ‘Soal Pelebaran Batas Defisit APBN Jadi 5% PDB, Ini Respons Sri Mulyani’.

“Saat ini kita tidak meng-constraint-kan diri kita apakah hanya di bawah 3% sesuai dengan undang-undang. Fokus kita adalah membuat keselamatan rakyat terjaga dan mengurangi sekecil mungkin risiko bagi masyarakat dan dunia usaha dari kemungkinan kebangkutan," katanya. (Bisnis Indonesia/Kontan/DDTCNews)

  • VAT Refund

Mulai hari ini, Kamis (26/3/2020), pelayanan pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) bagi turis asing atau VAT Refund tidak lagi dilakukan secara langsung (tatap muka). Kebijakan ini diambil DJP dalam menyikapi penyebaran virus Corona (COVID-19).

Ketentuan ini disampaikan oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo melalui Pengumuman No.PENG-43/PJ/2020 tentang Pengumuman Penyesuaian Pengajuan dan Penyelesaian Permintaan Kembali PPN Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri (VAT Refund for Tourists). Simak artikel ‘Layanan Tatap Muka VAT Refund Dihentikan! Ini Gantinya’. (DDTCNews)

  • NPWP Bendahara Pemerintah

Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bendahara untuk masa pajak saat ini hingga Juni 2020 masih tetap menggunakan nomor pokok wajib pajak bendahara (NPWP) bendahara yang lama.

Hal ini disampaikan oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo melalui Pengumuman No.PENG-42/PJ/2020 tentang Pengumuman Penyesuaian Implementasi NPWP Instansi Pemerintah. Pengumuman ini dibuat setelah melihat perkembangan terkini penyebaran virus Corona. Simak artikel ‘DJP: NPWP Bendahara Pemerintah Masih Berlaku Sampai Juni 2020’. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.