BERITA PAJAK HARI INI

Perubahan Kebijakan PPN Mulai April, Ditjen Pajak Sesuaikan e-Faktur

Redaksi DDTCNews | Selasa, 22 Maret 2022 | 08:00 WIB
Perubahan Kebijakan PPN Mulai April, Ditjen Pajak Sesuaikan e-Faktur

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) tengah mempersiapkan infrastruktur teknologi dan informasi menjelang kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (22/3/2022).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan salah satu aspek yang dipersiapkan adalah pembaruan aplikasi e-faktur. Pembaruan dilakukan sesuai dengan perubahan kebijakan PPN yang rencananya berlaku mulai 1 April 2022.

E-faktur akan disesuaikan dengan pengaturan dari aturan turunan," ujar Neilmaldrin Noor.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

Hingga saat ini, pemerintah masih menyusun aturan turunan perubahan UU PPN yang tercantum dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Aturan turunan itu berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri keuangan (PMK).

Selain mengenai perubahan kebijakan PPN, ada pula bahasan terkait dengan diterbitkannya model rules sekaligus commentary atas Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) yang memberikan basis bagi setiap yurisdiksi untuk mulai menyusun ketentuan domestik pajak korporasi minimum global.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Fasilitas Pembebasan PPN

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan tidak semua barang dan jasa akan terdampak kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022. Pemerintah, sambungnya, masih memberikan fasilitas pembebasan PPN.

Baca Juga:
Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

“Saya ingin menyampaikan sekali lagi bahwa barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN,” katanya.

Suahasil mengatakan fasilitas pembebasan PPN itu bertujuan agar masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial. (DDTCNews)

Tidak Hanya Kenaikan Tarif PPN

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan otoritas juga akan menyusun strategi komunikasi kebijakan PPN dalam UU HPP kepada masyarakat. Kebijakan PPN tidak semata menyangkut kenaikan tarif.

Baca Juga:
Cara Dapatkan Bukti Potong Pajak Bunga Tabungan dari Bank CIMB Niaga

Seperti diketahui, perubahan UU PPN dalam UU HPP juga mengatur ketentuan mengenai PPN final atas jenis barang atau jasa tertentu atau sektor tertentu. Rencananya, tarif yang dikenakan sebesar 1%, 2%, atau 3% dari peredaran usaha. (DDTCNews)

Adopsi Pilar 2

Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan peraturan pemerintah (PP) yang mengadopsi Pilar 2 akan diselesaikan dalam waktu dekat.

"Jadi di tingkatan undang-undangnya sudah tercantum dalam Pasal 32A UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. PP-nya sebentar lagi jadi, selanjutnya akan disusun PMK-nya berdasarkan model rules dan commentary," ujar Mekar. (DDTCNews)

Baca Juga:
Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Insentif Supertax Deduction

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kembali mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkan insentif supertax deduction untuk kegiatan vokasi guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), sehingga sesuai dengan kebutuhan industri.

Airlangga mengatakan pemerintah telah menyediakan insentif supertax deduction atau pengurangan penghasilan bruto hingga 200% atas pengeluaran dunia usaha untuk kegiatan vokasi. Dia berharap pelaku usaha dapat memanfaatkan insentif tersebut.

"Saya berharap program link and match dengan pola ini (insentif pajak) dapat terus didorong dan direalisasikan agar SDM yang ada dapat sesuai dengan kebutuhan dunia industri," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Pajak Karbon

Ketentuan pajak karbon sebagaimana diatur dalam UU HPP akan mulai diimplementasikan pada 1 April 2022.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pajak karbon akan dikenakan menggunakan mekanisme pajak karbon dengan berdasarkan cap and trade. Nantinya, tarif pajak karbon dipatok Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

"Kalau emisinya di atas cap, perusahaan punya opsi untuk bukan saja menurunkan, tetapi membayar pajak atau dilakukan pembelian carbon credit dari pasar. Kalau begini masih bayar pajak atau tidak? Tidak," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Lebaran, DJP Tegaskan Pegawainya Tidak Boleh Terima Gratifikasi

Faktur Pajak Fiktif

Dengan terbitnya UU HPP, sanksi denda penghentian penyidikan tindak pidana pajak Pasal 44B UU KUP khusus atas tindak pidana faktur pajak fiktif diperberat.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan tindak pidana faktur pajak fiktif sudah pasti dilakukan pelaku secara sengaja dan direncanakan, bukan karena kealpaan. Untuk itu, sambungnya, pemerintah menaikkan sanksi dendanya.

"Kalau pembuatan faktur pajak atau bukti potong fiktif, ini berarti direncanakan. Ini kita naikkan dari 3 kali menjadi 4 kali," katanya. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN