KEBIJAKAN PAJAK

Mengkaji Kebijakan Pengurangan Beban Pajak UMKM

Redaksi DDTCNews
Kamis, 28 Mei 2020 | 16.39 WIB
Mengkaji Kebijakan Pengurangan Beban Pajak UMKM

TIDAK dapat dipungkiri bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memegang peranan strategis dalam perekonomian nasional.

UMKM memiliki kontribusi-kontribusi penting dalam hal penyediaan lapangan kerja, stabilitas sosial, pengurangan tingkat kemiskinan, serta pertumbuhan ekonomi. Selain itu, UMKM juga mendorong timbulnya kreativitas serta inovasi di tengah masyarakat karena masa transformasi yang singkat antara konsep dengan proses produksi.

Meskipun begitu, UMKM juga memiliki tingkat risiko kegagalan yang cukup tinggi dan sangat rentan terhadap berbagai gejolak ekonomi (Mason, 2009). UMKM perlu untuk mengembangkan model bisnis maupun teknologi agar tetap kompetitif dan berdaya saing sehingga dapat terus konsisten dalam mempertahankan kelangsungan usaha mereka.

Selain permasalahan persaingan dan akses terhadap pinjaman, UMKM memiliki kerentanan dengan berbagai kebijakan pajak yang secara langsung maupun tidak dapat memengaruhi pertumbuhan mereka, khususnya di masa ekonomi yang bergejolak.

Kebijakan pajak yang tidak berpihak berpotensi menyebabkan pengalihan beban pajak kepada para pekerja muda yang minim keterampilan, seperti pengurangan gaji ataupun berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.  

Jurnal yang berjudul ‘Measuring Risk Allocation of Tax Burden for Small and Micro Enterprises’ memberikan strategi analisis dalam rangka memperbaiki kebijakan pajak yang fokus terhadap masalah-masalah yang dihadapi UMKM.

Berbagai masalah itu seperti tarif pajak yang tinggi, pajak berganda, kurangnya informasi yang memadai, serta kompleksitas dari peraturan kebijakan. Pada intinya, jurnal ini mendukung adanya penurunan beban pajak yang diyakini dapat menggerakan pertumbuhan UMKM.

Dalam jurnal tersebut, alokasi risiko dari beban pajak dipakai untuk mengukur ketidaknormalan beban pajak (kurang dari 4% dan lebih dari 6%). Beban pajak itu sendiri adalah proporsi pajak yang dibayar UMKM terhadap hasil penjualan.

Pengukuran alokasi risiko pajak itu melibatkan 3552 UMKM dari kota Taizhou di China yang tergabung di dalam dana asuransi pinjaman. Rentang periode observasi adalah Januari 2016 sampai dengan Agustus 2018.

Pertama, model acuan nonparametrik dan alur waktu ditetapkan dalam mengidentifikasi pola penggerak dari pajak maupun hasil penjualan (sales revenue) dengan batasan di atas 6% maupun di bawah 4%.

Kedua, variabel waktu maupun variabel lainnya ditambahkan ke dalam model untuk mengukur konfigurasi dari alokasi risiko beban pajak. Terakhir, dilakukan analisis strategi untuk memperbaiki alokasi risiko beban pajak tersebut.

Data dari 3552 UMKM tersebut dibagi menjadi tiga kategori yang ada didasarkan pada beban gaji pegawai serta hasil penjualan. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain hasil penjualan, total gaji pegawai, penghasilan yang dapat dipajaki, jumlah pinjaman, jalur pinjaman, periode masa pinjaman, serta pajak yang dibayarkan.

Hasilnya, pada kategori pertama, baik penurunan tarif pajak maupun peningkatan jumlah pinjaman dapat mengurangi beban pajak menuju beban pajak yang dirasa tidak abnormal (4% – 6%). Pada kategori kedua, hasilnya menunjukkan bahwa pengurangan tarif pajak lebih efektif daripada kemudahan akses terhadap pinjaman. Lebih lanjut, kategori ketiga juga menunjukkan hasil yang lebih optimal lagi dari kebijakan tunggal penurunan tarif pajak.

Kesimpulannya, beban pajak yang tinggi dapat meningkatkan biaya dan menghambat pertumbuhan UMKM. Kebijakan pemerintah yang diyakini dapat mengurangi beban pajak dalam studi tersebut ialah melalui penurunan tarif pajak maupun kemudahan akses pinjaman yang memadai.

Jurnal ini sangat baik untuk digali lebih dalam oleh para pemangku kebijakan. Penelitian yang dilakukan menyediakan basis pengambilan keputusan yang fleksibel bagi pemerintah dalam mengadopsi kebijakan pajak yang dinamis.

Namun, perlu diingat bahwa kebijakan yang diambil di poin waktu yang berbeda dapat menghasilkan output yang berbeda pula. Terlebih, selama masa pandemi, tentunya kebijakan yang diharapkan UMKM juga lebih beragam.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.