RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penentuan Hak Pemajakan atas Penghasilan Bunga Pinjaman

Hamida Amri Safarina
Rabu, 20 Januari 2021 | 17.57 WIB
Sengketa Penentuan Hak Pemajakan atas Penghasilan Bunga Pinjaman

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang penentuan hak pemajakan atas penghasilan bunga pinjaman. Perlu dipahami wajib pajak melakukan pinjaman sejumlah dana kepada X Co yang berdomisili di Belanda. Sebagai imbalan atas pinjaman tersebut, wajib pajak berkewajiban untuk membayar bunga pinjaman kepada X Co.

Otoritas pajak berpendapat hak pemajakan atas penghasilan bunga pinjaman X Co berada di Indonesia. Dalam proses pemeriksaan, wajib pajak tidak dapat membuktikan kedudukan X Co berada di Belanda. Selain itu, X Co juga bukan pemilik sebenarnya atas penghasilan bunga tersebut.

Sebaliknya, wajib pajak menilai penghasilan bunga yang diterima X Co dikenakan pajak di Belanda. Hal ini dikarenakan wajib pajak dapat membuktikan X Co berkedudukan di Belanda dan pemilik sebenarnya atas penghasilan bunga berdasarkan certificate of origin, laporan keuangan, serta surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di Belanda.

Bunga pinjaman dapat dikenakan pajak di Indonesia apabila pemilik manfaat atas bunga berdomisili di Indonesia. Tindakan wajib pajak yang tidak memotong PPh Pasal 26 atas pembaran bunga yang dikoreksi otoritas pajak sudah tepat.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa bukti-bukti yang diajukan wajib pajak dalam persidangan telah memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (4) P3B antara Indonesia dan Belanda. Dalam hal ini, X Co telah terbukti berkedudukan di Belanda dan penghasilan bunga timbul dari pinjaman yang dilakukan wajib pajak dalam jangka waktu lebih dari dua tahun.

Tindakan wajib pajak yang tidak memotong PPh Pasal 26 atas pembaran bunga yang dikoreksi otoritas pajak sudah tepat. Hak pemajakan atas penghasilan bunga yang diterima X Co berada di Belanda.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 27956/PP/M.I/13/2010 tertanggal 15 Desember 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 25 Maret 2011.

Pokok sengketa dalam perkara a quo yakni koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai Desember 2006 senilai Rp8.267.401.071 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat objek PPh Pasal 26 yang berasal dari pembayaran bunga kepada X Co tidak dipotong pajak oleh Termohon PK.

Pemungutan pajak atas pembayaran bunga dapat dilakukan oleh Pemerintah Belanda apabila memenuhi dua kriteria. Pertama, dapat terbukti X Co merupakan pemilik manfaat (beneficial owner) atas penghasilan bunga yang berkedudukan di Belanda.

Kedua, bunga timbul dari pinjaman yang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari dua tahun atau yang dibayarkan sehubungan dengan penjualan kredit perlengkapan industri, dagang, atau ilmu pengetahuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4) P3B antara Indonesia dan Belanda.

Dalam konteks kasus ini, pihak X Co bukan merupakan pemilik sebenarnya atas penghasilan bunga pinjaman. Selain itu, perjanjian pinjam-meminjam yang dilakukan Termohon PK dengan X Co tidak melebihi jangka waktu dua tahun.

Dengan demikian, Pemohon PK menentukan hak pemajakan atas penghasilan bunga pinjaman tersebut berada di Indonesia. Termohon PK seharusnya melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima X Co. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pinjaman kepada X Co yang berkedudukan di Belanda dengan masa pengembalian ialah 36 bulan. Terhadap pinjaman tersebut, Termohon PK sudah membayarkan bunga pinjaman kepada X Co.

Menurut Termohon PK, penghasilan bunga yang diterima X Co dikenakan pajak di Belanda. Bunga pinjaman dapat dikenakan pajak di Indonesia apabila pemilik manfaat atas bunga berada di Indonesia.

Dalam kasus ini, pihak X Co sebagai pemilik manfaat atas bunga pinjaman berdomisili di Belanda dan telah dibuktikan juga dengan certificate of origin, laporan keuangan, serta surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang di Belanda. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga PPh Pasal 26 masa pajak Januari sampai Desember 2006 menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 26 senilai Rp8.267.401.071 tidak dapat dipertahankan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan dalil-dalil dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo telah terbukti bahwa X Co merupakan pemilik sebenarnya atas penghasilan bunga pinjaman yang berkedudukan di Belanda. Hal ini sebagaimana telah dibuktikan dengan certificate of domicile. Oleh karena itu, pihak yang berhak memungut pajak atas penghasilan bunga tersebut ialah Pemerintah Belanda. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.