RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Muhammad Farrel Arkan
Jumat, 27 Desember 2024 | 14.30 WIB
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa dasar pengenaan pajak (DPP) pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan jasa kecantikan. Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan sebuah klinik kecantikan estetika yang melakukan penyerahan jasa tersebut.

Otoritas pajak menilai bahwa seluruh penyerahan jasa yang dilakukan wajib pajak terutang PPN. Sebab, penyerahan jasa kecantikan yang dilakukan oleh wajib pajak tidak termasuk ke dalam kelompok jasa di bidang pelayanan kesehatan medik yang dikecualikan dari pengenaan PPN.

Sebaliknya, menurut wajib pajak penyerahan jasa yang dilakukannya termasuk ke dalam kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN. Sebab, pada hakikatnya klinik kecantikan estetika adalah sarana pelayanan kesehatan yang menyediakan jasa pelayanan medik. Pelayanan tersebut dilakukan oleh tenaga medik untuk mencegah dan mengatasi berbagai kondisi ataupun penyakit.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi DPP PPN atas penyerahan jasa kecantikan yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.59938/PP/M.VA/16/2015 tanggal 5 Maret 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 23 Juni 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP PPN atas penyerahan jasa kecantikan masa pajak April 2008 sebesar Rp160.490.227 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi positif DPP PPN atas 3 jenis penyerahan jasa yang dilakukan Termohon PK. Pertama, penjualan satuan medis. Kedua, penjualan paket medis. Ketiga, penjualan paket nonmedis. Total koreksi atas 3 jenis penyerahan tersebut adalah sebesar Rp160.490.227.

Pemohon PK berpendapat bahwa seluruh jenis penyerahan jasa di atas merupakan objek PPN karena tidak termasuk kelompok jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Adapun salah satu kelompok jasa yang dikecualikan tersebut adalah jasa di bidang pelayanan kesehatan medik sesuai Pasal 4A ayat (3) huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 s.t.d.d UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN).

Dalam hal ini, Pemohon PK menilai penyerahan jasa Termohon PK tidak termasuk ke dalam kelompok jasa di bidang pelayanan kesehatan medik. Terkait itu, Pemohon PK menjelaskan bahwa salah satu unsur penting dalam klausul Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN berkenaan dengan istilah “kesehatan”.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), istilah “kesehatan” tersebut didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Sesuai definisi di atas, Pemohon PK menyimpulkan bahwa kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN menurut Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN adalah jasa yang berhubungan dengan pelayanan untuk mengembalikan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Dalam konteks sengketa ini, penyerahan jasa oleh klinik kecantikan estetika pada praktiknya ditujukan untuk memberikan keindahan pada pelanggan yang berada dalam kondisi sehat. Jasa yang diberikan oleh klinik kecantikan estetika tidak ditujukan untuk mengobati pelanggan yang sedang sakit.

Berkaitan dengan hal tersebut, Pemohon PK menegaskan bahwa pelanggan yang datang ke klinik Termohon PK berharap mendapatkan tindakan yang memperindah fisik, bukan karena kondisi darurat yang membutuhkan pengobatan segera.

Pendapat Pemohon PK tersebut merujuk pada data Termohon PK berupa rekam medis, list tindakan medis, surat izin apotek, dan website Termohon PK. Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju degan argumentasi Pemohon PK. Menurut Termohon PK, definisi dari klinik kecantikan adalah suatu sarana pelayanan kesehatan, seperti praktik dokter perorangan atau praktik berkelompok dokter. Pelayanan tersebut bersifat rawat jalan dengan menyediakan jasa pelayanan medik, seperti konsultasi, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medik.

Termohon PK menambahkan bahwa klinik kecantikan miliknya ditujukan untuk mencegah dan mengatasi berbagai kondisi atau penyakit yang terkait dengan estetika penampilan seseorang. Praktik tersebut dilakukan oleh tenaga medik, mulai dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis, hingga dokter gigi spesialis sesuai keahlian dan kewenangannya.

Selain itu, bukti dan fakta menunjukkan bahwa Termohon PK adalah suatu klinik kecantikan estetika yang telah mendapatkan izin operasional dari Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, Termohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung menilai bahwa koreksi DPP PPN masa pajak April 2008 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Sebab, pada dasarnya klinik kecantikan estetika merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyediakan jasa pelayanan medik. Dengan begitu, penyerahan jasa yang dilakukan Termohon PK dikecualikan dari objek PPN sesuai Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum membayar biaya perkara. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.