PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (1)

Memahami Pengertian dan Tujuan Pemungutan PBB

Redaksi DDTCNews
Kamis, 07 Januari 2021 | 16.22 WIB
Memahami Pengertian dan Tujuan Pemungutan PBB

PAJAK Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak yang telah lama diterapkan di Indonesia. Namun, apakah yang sebenarnya dimaksud dengan PBB? Apa tujuan sebenarnya yang ingin dicapai dari penerapan jenis pajak ini?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu melihat awal mula diterapkannya jenis pajak ini. Penerapan PBB yang kita kenal saat ini berawal dari pajak tanah atau Landrent yang dikenakan kepada tuan tanah pada masa penjajahan Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian kembali melanjutkan pengenaan pajak atas tanah dengan menerapkan pajak bumi.

Tak lama setelah itu, pemerintah Indonesia segera mengganti penerapan pajak bumi. Langkah ini dilakukan karena penghasilan yang diperoleh dari sawah dan jenis tanah lainnya saat itu ternyata dikecualikan dari pengenaan pajak peralihan. Oleh sebab itu, ditetapkanlah Undang-Undang No. 14 Tahun 1951 tentang Penggantian Pajak Bumi dengan Pajak Peralihan 1944.

Selanjutnya, untuk mengadakan pajak atas tanah yang dikuasai dengan hak kebendaan, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi. Namun, penetapan aturan tersebut nyatanya masih belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat luas.

Sistem pajak yang berlaku saat itu, khususnya pajak kebendaan dan pajak kekayaan, justru menimbulkan beban pajak berganda bagi masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, perlu dilakukan pembaruan sistem pajak yang lebih sederhana, mudah, adil, dan berkepastian hukum bagi masyarakat.

Untuk itulah, pemerintah akhirnya menetapkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB). Penetapan UU PBB ini merupakan bagian dari amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1983 sebagai upaya pembaruan sistem perpajakan yang dapat memaksimalkan potensi pajak dari sektor ini. Hal ini untuk mendukung pembangunan nasional.

Seiring waktu, Indonesia kemudian mengalami reformasi pada bidang politik yang mengakibatkan desentralisasi kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Reformasi ini juga turut mempengaruhi PBB, terutama terkait dengan pihak mana yang berwenang melakukan pemungutan PBB.

Melalui penetapan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 (UU Pajak dan Retribusi Daerah), kewenangan untuk melakukan pemungutan PBB dibagi berdasarkan dua jenis objek pajaknya. Untuk pemungutan PBB sektor pedesaan dan perkotaan (PBB P2) dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Sementara, untuk PBB sektor pertambangan, perhutanan, dan perkebunan (PBB P3) dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pembagian ini juga dimaksudkan untuk pengelolaan PBB yang lebih efektif sesuai denga kebutuhan masyarakat.

Pengertian PBB
SETELAH mengetahui asal mula PBB, pertanyaan yang timbul adalah apakah yang sebenarnya dimaksud dengan PBB? Secara garis besar, PBB adalah pajak yang dikenakan kepada orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hal atau memperoleh manfaat atas bumi dan/ atau bangunan (Valentina Sri S. & Aji Suryo, 2006).

Mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UU PBB, yang dimaksud dengan bumi dalam cakupan PBB adalah segala sesuatu yang terkandung dalam permukaan bumi dan tubuh bumi termasuk yang berada di bawahnya. Adapun yang dimaksud permukaan bumi meliputi tanah dan perairan perdalaman serta laut yang berada di wilayah Indonesia seperti tanah, sawah, dan tambang.

Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU PBB, yang dimaksud dengan bangunan adalah segala sesuatu yang merupakan konstruksi teknik. Konstruksi yang dimaksud termasuk segala konstruksi yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Beberapa di antaranya seperti jalan lingkungan dalam kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lainnya yang merupakan bagian kompleks bangunan tersebut. Adapun contoh lainnya meliputi jalan tol, galangan kapal, dermaga, tempat penampungan/kilang minyak, pipa minyak, serta fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan pengenaan PBB dilandaskan atas keuntungan serta kenikmatan yang diperoleh subjek pajak dari kepemilikan suatu lahan suatu bangunan. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah mengapa perlu dilakukannya pemungutan PBB? Apa sebenarnya tujuan yang ingin dicapai dari pemungutan jenis pajak ini?

Tujuan Dipungutnya PBB
SEPERTI halnya pemungutan jenis pajak lainnya, pemungutan PBB dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan negara dan daerah yang sangat penting untuk melaksanakan dan meningkatkan pembangunan. Namun, mengapa bumi dan bangunan juga harus dipajaki?

Mengenai hal ini, pada bagian pertimbangan UU PBB pemerintah menyatakan bumi dan bangunan dapat memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi subjek pajak yang memiliki atau menerima manfaatnya. Oleh karena itu, wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara dan daerahnya melalui PBB.

Pengenaan pajak atas bumi, terutama untuk yang bersifat komersial, dapat dijustifikasi karena memberikan keuntungan ekonomi bagi pemiliknya. Dengan demikian, penerapan PBB diharapkan dapat menciptakan kepastian hukum serta rasa keadilan agar kontribusi masyarakat pada sektor ini dapat meningkat.(faiz)*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Sagita
baru saja
PBB sudah sewajarnya dipungut kepada orang yang mendapatkan manfaat dari tempat atau bangunan tersebut.