UNDANG-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) membawa banyak perubahan dan pembaruan yang penting untuk diperhatikan. Perubahan tersebut di antaranya berkaitan dengan bantuan penagihan pajak.
Sesuai dengan Pasal 20A UU HPP, undang-undang ini memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan melakukan kerja sama untuk pelaksanaan bantuan penagihan pajak kepada negara mitra atau yurisdiksi mitra. Lantas, apa itu bantuan penagihan pajak?
Ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak kepada negara mitra diatur di UU HPP dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023. Berdasarkan penjelasan Pasal 20A ayat (1) UU HPP dan Pasal 1 angka 28 PMK 61/2023, bantuan penagihan pajak:
“Fasilitas bantuan penagihan pajak yang terdapat di dalam perjanjian internasional yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara resiprokal untuk melakukan penagihan atas utang pajak yang diadministrasikan oleh dirjen pajak atau otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra”
Kendati wewenangnya kerjasamanya berada di menteri keuangan, pelaksanaan bantuan penagihan pajak dilakukan oleh dirjen pajak. Bantuan penagihan pajak meliputi pemberian bantuan penagihan pajak dan permintaan bantuan penagihan pajak kepada negara atau yurisdiksi mitra.
Berdasarkan pengertiannya, pemberian dan permintaan bantuan penagihan pajak tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal (timbal balik).
Penerapan prinsip resiprokal dimaksudkan agar dirjen pajak dapat memberikan bantuan penagihan pajak kepada negara atau yurisdiksi mitra sepanjang negara atau yurisdiksi mitra itu juga memberikan bantuan penagihan pajak yang setara kepada pemerintah Indonesia.
Misal, tindakan penagihan pajak akan dilakukan hingga pemberitahuan surat paksa dalam hal negara atau yurisdiksi mitra melakukan bantuan tindakan penagihan pajak hingga pemberitahuan surat paksa atau tindakan yang dapat dipersamakan dengan itu.
Perjanjian internasional yang dimaksud ialah perjanjian bilateral atau multilateral yang mengatur kerja sama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bantuan penagihan pajak. Secara lebih terperinci, perjanjian internasional itu meliputi:
Dirjen pajak akan memberikan bantuan penagihan setelah diterimanya klaim pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra. Klaim pajak ini merupakan instrumen legal dari negara mitra atau yurisdiksi mitra. Klaim pajak tersebut yang paling sedikit memuat 2 hal.
Pertama, nilai klaim pajak yang dimintakan bantuan penagihan. Nilai klaim pajak berarti nilai uang yang dimintakan bantuan penagihan pajak. Nilai klaim pajak ini memuat antara lain nilai pokok pajak yang masih harus dibayar, sanksi administratif, dan biaya penagihan yang dikenakan oleh negara atau yurisdiksi mitra.
Apabila klaim pajak tertagih maka biaya penagihan yang dikeluarkan oleh DJP dalam rangka pemberian bantuan penagihan pajak akan ditanggung oleh negara atau yurisdiksi mitra yang meminta bantuan.
Jika klaim pajak tidak dapat tertagih maka biaya penagihan pajak yang sudah dikeluarkan oleh DJP ditanggung oleh negara. Kedua, identitas penanggung pajak yang minimal memuat nama, nomor identitas, dan alamat penanggung pajak.
Klaim pajak dari negara atau yurisdiksi mitra merupakan dasar penagihan pajak yang akan dilakukan tindakan penagihan oleh dirjen pajak. Penagihan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku mutatis mutandis dengan ketentuan penagihan pajak di negara atau yurisdiksi mitra.
Pada hakikatnya, nilai klaim pajak dari negara atau yurisdiksi mitra itu kedudukannya dipersamakan dengan utang pajak. Oleh karena itu, atas nilai klaim pajak tersebut, dirjen pajak akan melakukan beragam tindakan penagihan pajak.
Mulai dari kegiatan menegur atau memperingatkan, menerbitkan dan memberitahukan surat paksa, melaksanakan penyitaan, menjual barang sitaan, mengusulkan pencegahan, dan melaksanakan penyanderaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Hasil penagihan pajak atas klaim pajak dari negara atau yurisdiksi mitra akan ditampung dalam rekening pemerintah lainnya sebelum dikirimkan ke negara atau yurisdiksi mitra. Hasil penagihan pajak atas klaim pajak tersebut bukan merupakan penerimaan negara sehingga tidak dicatat dalam APBN. (rig)