KEBIJAKAN CUKAI

DDTC Fiscal Research: Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Mendesak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 21 Juli 2020 | 15:30 WIB
DDTC Fiscal Research: Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Mendesak

Partner Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan pemaparan materi dalam webinar bertajuk “Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang Berkepastian dan Berimbang”, siang ini, Selasa (21/7/2020).

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah perlu melanjutkan peta jalan simplifikasi strata tarif cukai hasil tembakau – atau dikenal dengan sebutan cukai rokok – yang sejatinya sudah dimuat dalam PMK 146/2017.

Partner Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dalam webinar bertajuk “Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang Berkepastian dan Berimbang”, siang ini, Selasa (21/7/2020). Webinar ini sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-13 DDTC.

“Untuk meningkatkan kesetaraan, efektivitas pengendalian konsumsi, dan optimalisasi penerimaan negara, simplifikasi perlu dilakukan. Ini dimulai dengan penggabungan batasan produksi rokok mesin SPM [sigaret putih mesin] dan SKM [sigaret kretek mesin],” katanya.

Baca Juga:
Sudah 3 Tahun Berjalan, Begini Evaluasi DJBC Soal Penyelenggaraan APHT

Bawono mengatakan simplifikasi sendiri mendesak atau memiliki urgensi paling tinggi dalam konteks industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia. Menurutnya, kekhawatiran simplifikasi akan menyebabkan terjadinya oligopoli atau monopoli di dalam pasar justru kurang beralasan.

Terlebih, apabila ditelaah lebih jauh, penurunan jumlah pabrikan IHT justru tidak disebabkan oleh simplifikasi melainkan karena regulasi lain di luar CHT. Di sisi lain, simplifikasi justru dapat lebih mendorong terciptanya level of playing field yang lebih setara.

Selain melanjutkan peta jalan simplifikasi tarif CHT, ada empat rekomendasi dan usulan untuk merespons tiga permasalahan fundamental dalam kebijakan CHT yang berlaku di Indonesia pada saat ini. Simak artikel ‘DDTC Fiscal Research: Ada 3 Masalah Fundamental Kebijakan Cukai Rokok’.

Baca Juga:
Menarik! DJBC Beri Edukasi Rokok Ilegal Lewat Kesenian Ebeg Banyumasan

Keempat rekomendasi lainnya adalah pertama, penetapan nilai optimal atas jarak tarif CHT dan harga jual eceran (HJE). Hal ini menjadi faktor yang dapat mendorong stabilitas guna menciptakan iklim usaha yang berkepastian.

Terkait hal tersebut, DDTC Fiscal Research menggarisbawahi dua pertimbangan utama yang patut menjadi perhatian pemerintah. Keduanya adalah memperkecil jarak CHT dan HJE golongan 1 dan golongan 2 untuk rokok mesin serta memperlebar jarak tarif CHT dan HJE antara rokok mesin dengan rokok tangan untuk melindungi tenaga kerja IHT.

Ketiga, menghapus diskrepansi (ketidaksesuaian) rasio HTP dan HJE untuk mengoptimalkan fungsi pengendalian konsumsi produk tembakau. Keempat, menjamin rencana simplifikasi struktur CHT nasional yang telah disusun dalam Perpres No.18/2020 dan PMK 77/2020 dapat diimplementasikan secara efektif ke dalam suatu blueprint kebijakan CHT.

Baca Juga:
Dapatkan Peraturan Pajak Terbaru via WhatsApp dan Email, Cek Caranya

Dalam konteks saat ini, sambungnya, semangat simplifikasi atau penyederhanaan struktur cukai sendiri sebenarnya telah menjadi bagian dalam rencana strategis Kementerian Keuangan sebagaimana yang telah tertuang dalam PMK 77/2020.

Namun, hal tersebut perlu kembali diperjelas dan dipertegas dengan adanya produk hukum terkait CHT yang dapat menjadi blueprint simplifikasi dan juga area lain yang relevan, seperti misalnya penetapan jarak tarif CHT dan HJE.

Bawono mengatakan blueprint menjadi sangat krusial untuk memastikan terlaksananya rekomendasi-rekomendasi yang mampu mendorong kebijakan CHT yang berkepastian, berimbang, dan terarah. Bagi pelaku usaha IHT, terlaksananya blueprint merupakan suatu bentuk kepastian yang dapat meminimalkan distorsi dalam pengambilan keputusan berbisnis.

Baca Juga:
Tidak Semua Rumah Bebas PPN! Cek Syarat & Ketentuannya di Sini

Kajian komprehensif mengenai rekomendasi dan usulan kebijakan CHT di Indonesia bisa Anda simak juga dalam Policy Note DDTC Fiscal Research bertajuk “Kebijakan Cukai Hasil Tembakau yang Berimbang & Berkepastian”.

Policy Note tersebut disusun oleh Partner Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji, Research Coordinator DDTC Fiscal Research Denny Vissaro, dan Senior Researcher DDTC Fiscal Research Dea Yustisia. Download Policy Note dalam artikel 'Rilis! Begini Kebijakan Cukai Rokok yang Berkepastian dan Berimbang'. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 21 Maret 2024 | 15:37 WIB KABUPATEN BANYUMAS

Menarik! DJBC Beri Edukasi Rokok Ilegal Lewat Kesenian Ebeg Banyumasan

Selasa, 19 Maret 2024 | 09:30 WIB LITERATUR PAJAK

Tidak Semua Rumah Bebas PPN! Cek Syarat & Ketentuannya di Sini

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi