ADVANCE PRICING AGREEMENT

DDTC Academy Gelar Webinar Soal APA, Ini yang Dibahas

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 19 Mei 2020 | 13:34 WIB
DDTC Academy Gelar Webinar Soal APA, Ini yang Dibahas

Suasana webinar dengan topik ‘Latest Developments in Transfer Pricing: PMK 22/2020 yang digelar DDTC Academy pada hari ini, Selasa (19/5/2020). (tangkapan layar zoom meeting webinar)

JAKARTA, DDTCNews – Prosedur pengajuan Advance Pricing Agreement (APA) kini menjadi lebih sederhana dengan periode pemberlakuan lebih panjang sehingga wajib pajak mendapat kepastian.

Demikian benang merah yang dapat ditarik dari sesi pemaparan materi para pembicara dalam webinar dengan topik ‘Latest Developments in Transfer Pricing: PMK 22/2020 yang digelar DDTC Academy pada hari ini, Selasa (19/5/2020).

Senior Manager of Transfer Pricing Services DDTC Yusuf Wangko Ngantung, Senior Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Tami Putri Pungkasan, dan Senior Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Yurike Yuki hadir sebagai pembicara. Webinar ini diikuti 88 peserta.

Baca Juga:
WPDN Ditetapkan sebagai BUT, Harus Sampaikan Seluruh Data Ini

Senior Manager of Transfer Pricing Services DDTC Yusuf Wangko Ngantung mengawali pemaparan dengan memberikan penjelasan mengenai APA dan Mutual Agreement Procedure (MAP).

Yusuf juga menguraikan poin-poin penting perubahan yang ada dalam PMK 22/2020. Dia menyatakan dalam PMK 22/2020, terdapat perubahan terkait dengan simplifikasi prosedur, syarat pengajuan, kepastian hukum, serta perubahan periode APA.

“Secara ringkas, APA itu diajukan sebelum sengketa dan MAP dapat diajukan setelah adanya sengketa,” ungkapnya.

Baca Juga:
Pemerintah Bakal Terbitkan PP Baru soal Manajemen ASN pada Bulan Depan

Senior Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Yurike Yuki melanjutkan pembahasan dengan memerinci perubahan yang ada dalam PMK 22/2020. Mengawali pembahasannya, dia menyebut perubahan yang ada dalam PMK 22/2020 memiliki tiga tujuan besar.

Pertama, memberikan kemudahan akses dan pelayanan melalui simplifikasi prosedur pengajuan APA. Kedua, memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak melalui klausul roll-back dengan persyaratan tertentu dan pengaturan jangka waktu proses pengajuan APA yang lebih spesifik

Ketiga, untuk perbaikan proses bisnis melalui timeline dan prosedur pengajuan APA yang lebih terstruktur. Tujuan itu sejalan dengan aksi ke-14 BEPS yang menyatakan kepastian dan kredibilitas dalam proses bisnis merupakan salah satu tujuan terpenting dalam menangkal permasalahan BEPS.

Baca Juga:
Pengusaha Pesimistis Amount B Sederhanakan Ketentuan Transfer Pricing

“Perubahan-perubahan tersebut tentunya dilakukan agar program APA lebih menarik bagi wajib pajak yang mungkin sebelumnya masih enggan untuk mengajukan APA,” kata Yurike.

Yurike menjelaskan simplifikasi prosedur yang ada dalam PMK 22/2020 antara lain adaya standarisasi dokumen APA yang belum ada pada beleid terdahulu. Selain itu, saluran penyampaian permohonan kini turut melibatkan kantor pelayanan pajak (KPP).

Selain simplifikasi prosedur, PMK 22/2020 menambahkan syarat pengajuan APA. Selain itu, PMK 22/2020 memberikan batas waktu yang lebih spesifik dan memberikan kepastian terkait dengan kriteria permohonan APA yang akan ditindaklanjuti.

Baca Juga:
Pemerintah Tetapkan Jam Kerja ASN Selama Ramadan, Begini Perinciannya

Senior Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Tami Putri Pungkasan melanjutkan pembahasan dengan memerinci perubahan terkait dengan perubahan periode. Dia menjelaskan saat ini periode berlakunya APA unilateral dan bilateral maksimal 5 tahun pajak.

Namun, ada pilihan untuk mengimplementasikan roll-back. Terkait syarat tahun yang bisa menjadi periode roll-back, dua diantaranya adalah belum daluwarsa penetapan dan belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) PPh badan. Artinya, periode pemberlakuan bisa bertambah 5 tahun ke belakang sebelum pengajuan APA.

Selanjutnya, Tami menjelaskan PMK 22/2020 menghapus kewajiban penyampaian annual compliance report dan sebagai gantinya pelaksanaan APA cukup dimasukkan dalam transfer pricing documentation.

Baca Juga:
Webinar SP2DK: Kunci Memitigasi Risiko & Kepatuhan Pajak yang Efektif

Tami menjelaskan dalam pengawasan, DJP bisa melakukan evaluasi dan memiliki kewenangan untuk meminta informasi, pembahasan, kunjungan dari wajib pajak maupun pihak afiliasi. Perubahan lain terkait dengan pengawasan adalah frekuensi dan evaluasi tidak diatur dalam PMK yang baru.

“Hal ini berbeda dengan PMK sebelumnya yang secara eksplisit menyebutkan evaluasi dilakukan satu kali setahun. Implikasinya, wajib pajak harus selalu siap dan menyediakan dokumentasi pelaksanaaan APA karena sewaktu-waktu dapat diminta,” pungkasnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA TANJUNG REDEB

Omzet Belum Tembus Rp 4,8 Miliar, Rumah Makan Padang Kukuh Ajukan PKP

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:17 WIB PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Dua PP Perpajakan Migas Jadi Cara untuk Genjot PNBP Migas

Kamis, 28 Maret 2024 | 10:35 WIB PENERIMAAN PAJAK

Ada Momentum Lapor SPT Tahunan, Realisasi PPh OP Masih Tumbuh Melambat

Selasa, 26 Maret 2024 | 10:00 WIB KP2KP MUKOMUKO

Gali Potensi Pajak Klinik Kecantikan, Fiskus Potret Harta dan Aset WP

BERITA PILIHAN
Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jatuh pada Hari Libur, Batas Waktu Pelaporan SPT Tahunan Tidak Diundur

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:17 WIB PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Dua PP Perpajakan Migas Jadi Cara untuk Genjot PNBP Migas

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:15 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

RUU Daerah Khusus Jakarta Disetujui DPR, Hanya PKS yang Menolak