Sejumlah pekerja memasang papan reklame di Jalan Raya Tegar Beriman, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (19/12/2022). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial kini termasuk dalam daftar pengecualian objek pajak reklame.
Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 60 ayat (3) huruf e UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Sebelumnya, ketentuan pengecualian tersebut tidak terdapat dalam aturan terdahulu, yakni UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
"Yang dikecualikan dari objek pajak reklame adalah … reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial," bunyi Pasal 60 ayat (3) huruf e UU HKPD seperti dikutip pada (31/1/2023).
Kendati demikian, pengecualian reklame untuk kegiatan politik, sosial, dan keagamaan yang tidak bersifat komersial dari objek pajak reklame bukan sepenuhnya hal baru.
Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) dalam publikasinya bertajuk Pedoman Umum PDRD sempat menerangkan ketentuan tersebut. Melalui publikasi itu, DJPK menyatakan reklame ucapan selamat dari orang pribadi, badan, atau partai politik tidak termasuk dalam objek pajak reklame.
Selain itu, reklame yang bertujuan sosial, keagamaan, pendidikan, kesehatan, dan adat istiadat juga tidak termasuk objek pajak reklame. Reklame-reklame tersebut tidak termasuk dalam objek pajak reklame karena tidak bersifat komersial.
Terkait dengan reklame untuk kegiatan politik, DJPK melalui laman resminya menyebut penyelenggaraan reklame dalam rangka pelaksanaan kegiatan politik dikecualikan dari objek pajak reklame. Oleh karenanya, reklame untuk kegiatan politik tidak dapat dikenakan pajak reklame.
Guna mengatur penyelenggaraan reklame tersebut, masih merujuk penjelasan DJPK, kepala daerah dapat menerbitkan peraturan kepala daerah (perkada). Peraturan tersebut dimaksudkan untuk mengatur tentang bentuk, ukuran, lokasi, bahan, dan durasi pemasangan reklame.
Adapun pajak reklame merupakan pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame yang dimaksud adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik perhatian umum terhadap sesuatu.
Pajak ini menyasar semua penyelenggaraan reklame. Reklame yang disasar pun beragam, mulai dari reklame papan/billboard/videotron/megatron, reklame sticker, hingga reklame berjalan pada kendaraan. Pajak ini dikenakan berdasarkan nilai sewa reklame dengan tarif paling tinggi 25%.
Selain untuk kegiatan politik, sosial, dan keagamaan, terdapat sejumlah objek lain yang juga dikecualikan dari pajak reklame. Objek tersebut di antaranya seperti reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.
Selanjutnya, label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan juga dikecualikan dari objek reklame. Begitu pula dengan nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan dan/atau di dalam area tempat usaha atau profesi, sepanjang memenuhi ketentuan.
Tidak hanya itu, reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah juga dikecualikan dari objek pajak reklame. Selain itu, pemerintah daerah juga diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis reklame lain yang dikecualikan dari objek pajak reklame melalui peraturan daerah. (sap)