Petani menjemur daun tembakau (Nicotiana tabacum) hasil panen dengan cara digantung di Desa Kueh, Lhoknga, Aceh Besar, Aceh, Sabtu (19/11/2022). ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengungkapkan ada sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menyusun peta jalan (roadmap) transformasi industri hasil tembakau.
Febrio mengatakan penyusunan roadmap merupakan kombinasi dari kepentingan berbagai pihak. Dalam hal ini, pemerintah di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian harus menyelaraskan setiap kepentingan tersebut untuk kemudian dituangkan dalam roadmap.
"Inilah yang kita pasti akan cover di dalam roadmap karena kepentingan ini semua tidak selalu searah," katanya, dikutip pada Selasa (13/12/2022).
Febrio mengatakan kepentingan dalam penyusunan roadmap industri hasil tembakau kurang lebih mirip seperti ketika pemerintah menyusun kebijakan tarif cukai hasil tembakau setiap tahun. Ada 4 aspek yang saling berkaitan, yakni meliputi kesehatan melalui pengendalian konsumsi, keberlangsungan industri, penerimaan negara, dan pengendalian rokok ilegal.
Antar-aspek tersebut, imbuh Febrio, bisa saja saling berlawanan. Misalnya, pihak yang ingin menekankan aspek kesehatan belum tentu sejalan dengan pihak yang mengusung aspek penciptaan lapangan kerja.
Artinya, roadmap harus menyikapi kedua kepentingan tersebut dengan baik sehingga penurunan prevalensi merokok dapat berjalan serta industri tidak mengalami disrupsi secara tiba-tiba.
Febrio menyebut roadmap industri hasil tembakau diharapkan tetap relevan dalam 5 atau 10 mendatang sehingga dibutuhkan kecermatan dalam penyusunannya. Menurutnya, pemerintah dalam menyusun roadmap juga akan mempertimbangkan kebijakan pada sektor industri hasil tembakau di negara lain.
Melalui RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan prevalensi merokok pada anak bisa turun menjadi 8,7% pada 2024. Survei 5 tahunan menunjukkan perokok anak justru meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018.
Kemudian, prevalensi merokok pada laki-laki dewasa Indonesia tercatat sebesar 71,3% atau menempati posisi tertinggi di dunia. Sementara itu, prevalensi perokok dewasa secara total mencapai 37,6% atau menduduki peringkat kelima dunia.
Pada 2021, WHO juga menyatakan harga rokok di Indonesia tergolong relatif murah senilai US$2,1, jauh di bawah rata-rata dunia yang mencapai US$4.
"Itu [RPJMN] sendiri sudah semacam mini roadmap, sebenarnya. Tetapi kalau kita lihat sisi prevalensi, ini roadmap sisi kesehatan. Nah kita ingin punya roadmap yang lebih lengkap supaya mencakup banyak aspek," ujarnya.
Komisi XI DPR meminta pemerintah mempercepat penyusunan roadmap transformasi industri hasil tembakau karena diperlukan sebagai panduan penyusunan kebijakan mengenai industri hasil tembakau, termasuk soal cukai. Komisi XI DPR pun meminta pemerintah menyerahkan roadmap industri hasil tembakau awal 2024 atau sebelum penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. (sap)