Ilustrasi. Seorang pengunjung melihat produk kerajinan di wadah pemasaran produk UMKM yang diberi nama Salapak di Bandung, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Meskipun tidak dapat memanfaatkan ketentuan omzet Rp500 juta tidak kena pajak, perseroan perorangan masih bisa menggunakan beberapa fasilitas pajak penghasilan (PPh).
Berdasarkan pada penegasan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-20/PJ/2022, wajib pajak perseroan perorangan merupakan subjek pajak badan. Simak ‘Ini Dasar Hukum Perseroan Perorangan Tak Dapat Omzet UMKM Bebas Pajak.
“Perseroan perorangan yang memenuhi kriteria … sesuai ketentuan … PP 23/2018, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh dikenai pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5% dari jumlah peredaran bruto,” bunyi penggalan materi dalam SE tersebut, dikutip pada Senin (18/7/2022).
Jika tidak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai dengan PP 23/2018, perseroan perorangan dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 31E UU PPh.
Fasilitas pengurangan tarif itu juga dapat dimanfaatkan oleh perseroan perorangan yang memenuhi kriteria sebagai wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam PP 23/2018, tetapi memilih untuk dikenai PPh berdasarkan pada tarif umum.
Adapun sesuai dengan Pasal 31E UU PPh, wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan sebesar 50% dari tarif PPh. Pengurangan diberikan bagi wajib pajak badan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.
Sebagai informasi kembali, perseroan perorangan mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan beberapa dokumen persyaratan.
Adapun dokumen persyaratan itu antara lain pertama, fotokopi dokumen pendirian badan usaha. Dokumen berupa akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahannya, yaitu sertifikat pendaftaran secara elektronik yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kedua, dokumen yang menunjukkan identitas diri seluruh pengurus badan. Bagi perseroan perorangan, dokumen tersebut adalah fotokopi kartu NPWP. (kaw)