Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir September 2021 senilai US$423,1 miliar atau sekitar Rp6.009,5 triliun.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan posisi ULN pada akhir kuartal III/2021 tumbuh 3,7% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya yang sebesar 2,0%. Meski demikian, BI menilai posisi utang itu tetap terkendali.
"Perkembangan tersebut disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan ULN sektor publik dan sektor swasta," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (15/11/2021).
Erwin mengatakan posisi ULN pemerintah pada akhir September 2021 senilai US$205,5 miliar atau tumbuh 4,1%. Perkembangan tersebut disebabkan pembayaran neto pinjaman seiring lebih tingginya pinjaman yang jatuh tempo dibanding penarikan pinjaman.
Menurutnya, hal itu terjadi di tengah penerbitan Global Bonds, termasuk Sustainable Development Goals (SDG) Bond sebesar 500 juta euro, yang merupakan salah satu penerbitan SDG Bond konvensional pertama di Asia. Penerbitan SDG Bond tersebut menunjukkan upaya Indonesia dalam mendukung pembiayaan berkelanjutan dan langkah yang signifikan dalam pencapaian SDG.
Erwin menilai ULN pemerintah yang senantiasa dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, termasuk kelanjutan upaya mengakselerasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Dari sisi risiko refinancing, ujarnya, posisi ULN pemerintah tetap aman karena hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah.
Sementara itu, Erwin menyebut ULN bank sentral pada September 2021 mengalami peningkatan menjadi US$9,1 miliar, terutama dalam bentuk alokasi Special Drawing Rights (SDR).
Pada Agustus 2021, IMF mendistribusikan tambahan alokasi SDR secara proporsional kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia, yang ditujukan untuk mendukung ketahanan dan stabilitas ekonomi global dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, membangun kepercayaan pelaku ekonomi, dan memperkuat cadangan devisa global dalam jangka panjang.
"Alokasi SDR dari IMF ini adalah kategori khusus dan tidak dikategorikan pinjaman dari IMF karena tidak menimbulkan tambahan beban bunga utang dan kewajiban yang akan jatuh tempo ke depan," ujarnya.
Adapun posisi ULN swasta, angkanya tercatat senilai US$208,5 miliar. Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan, dengan pangsa mencapai 76,4% dari total ULN swasta. ULN tersebut masih didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,1% terhadap total ULN swasta.
Secara umum, Erwin menjelaskan struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. ULN Indonesia pada akhir kuartal III/2021 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 37,0%, menurun dibandingkan dengan rasio pada kuartal sebelumnya sebesar 37,5%.
"Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,2% dari total ULN," imbuhnya.
Erwin menambahkan BI dan pemerintah akan terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian. (sap)