UU HPP

Sanksi Keberatan dan Banding Turun, Sengketa Pajak Diyakini Tak Naik

Muhamad Wildan
Jumat, 05 November 2021 | 11.00 WIB
Sanksi Keberatan dan Banding Turun, Sengketa Pajak Diyakini Tak Naik

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama.

DENPASAR, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) meyakini penurunan sanksi keberatan dan banding pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tak akan meningkatkan jumlah pengajuan keberatan dan banding dari wajib pajak.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan UU HPP merupakan perbaikan dari aspek kebijakan. Sembari melakukan perbaikan dari aspek tersebut, imbuhnya, DJP juga melakukan perbaikan dari sisi administrasi.

Yoga mengatakan perbaikan administrasi perpajakan akan menghasilkan perbaikan dari prosedur pemeriksaan oleh DJP atas wajib pajak.

"Idealnya memang keberatan dan banding akan berkurang karena kita melakukan perbaikan dari sisi prosedur pemeriksaan dan pengawasan. Jadi konteksnya kita memperbaiki bagian-bagian lain sehingga secara otomatis akan memitigasi itu [kenaikan keberatan dan banding]," ujar Yoga, Rabu (4/11/2021).

Dalam hal pemeriksaan dan pengawasan, Yoga mengatakan DJP telah menggunakan compliance risk management (CRM). Dengan demikian, kualitas pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP telah lebih baik bila dibandingkan sebelumnya. Bila kualitas pemeriksaan membaik, maka risiko timbulnya sengketa menurun.

Seperti diketahui, UU HPP menurunkan sanksi keberatan dan banding dari yang awalnya sebesar 100% dan 50% menjadi hanya sebesar 60% dan 30%.

Penurunan sanksi keberatan dan banding dipandang sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja yang sebelumnya juga telah menurunkan tarif sanksi administrasi bunga.

Sebagai catatan, pemerintah pada awalnya tidak mengusulkan klausul penurunan sanksi keberatan dan banding. Pada awalnya, pemerintah hanya mengusulkan ketentuan tentang pengenaan sanksi sebesar 100% atas putusan peninjauan kembali (PK) yang memenangkan DJP.

Sanksi PK perlu diatur secara eksplisit di dalam UU KUP agar tidak menimbulkan penafsiran hukum yang berbeda antara wajib pajak dan DJP. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.