Menteri Keuangan Sri Mulyani. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan memperkuat kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tujuannya, mendorong pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penandatangan nota kesepahaman (MoU) kali ini akan memperkuat kerja sama yang telah berjalan antara Kemenkeu dan PPATK. Selain itu, dia juga berharap proses Indonesia menjadi anggota Kelompok Kerja Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang (Financial Action Task Force/FATF) semakin mulus.
"Ini adalah langkah strategis dalam rangka kita bersama mempersiapkan diri menghadapi proses untuk menjadi anggota FATF, yaitu adanya mutual evaluation review oleh FATF," katanya, Jumat (22/10/2021).
Sri Mulyani mengatakan kerja sama Kemenkeu dan PPATK selama ini telah terjalin dengan baik, terutama pada Ditjen Pajak (DJP), Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), Ditjen Kekayaan Negara (DJKN), dan Sekretariat Jenderal. Dengan penandatangan MoU hari ini, dia menilai kerja sama kedua institusi akan semakin kuat.
Sri Mulyani menjelaskan Indonesia terus berupaya menjadi anggota FATF sejak 2016, dan pada Juni 2019 telah masuk dalam status sebagai observer FATF. Menurutnya, Indonesia akan terus berupaya agar bisa menjadi anggota tetap karena saat ini masih menjadi satu-satunya negara G-20 yang belum masuk dalam keanggotaan FATF.
Dia menilai terdapat sejumlah makna strategis ketika Indonesia berhasil menjadi anggota FATF. Misalnya, berpartisipasi aktif dalam penetapan standar global rezim antipencucian uang dan pendanaan terorisme serta hal-hal lain berpotensi mengancam sistem keuangan internasional.
Di sisi lain, keanggotaan Indonesia pada FATF juga dapat meningkatkan persepsi positif terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional.
"Tentu ujungnya adalah pada meningkatnya rasa percaya atau confidence serta trust dalam bisnis internasional dan iklim investasi di Indonesia," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan ruang lingkup MoU mencakup pertukaran data dan atau informasi, asistensi penanganan perkara dan pembentukan satuan tugas, pelaksanaan audit perumusan produk hukum, serta kegiatan penelitian atau riset.
Seluruh data dan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan MoU tersebut bersifat rahasia, kecuali telah dipublikasikan dan diberikan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan baik Kemenkeu maupun PPATK.
Sementara itu, Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyebut akan menindaklanjuti MoU tersebut dengan membuat perjanjian kerja sama pertukaran data bersama DJP dan DJBC. Menurutnya, sistem atau platform pertukaran informasi di antara 3 lembaga tersebut juga akan dibangun sehingga mungkinkan prosesnya berjalan cair dan cepat.
Terkait proses Indonesia menjadi anggota FATF, dia menilai semakin sulit akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, FATF berencana menetapkan sejumlah persyaratan yang ketat jika ingin mengadakan mutual evaluation review dalam situasi pandemi, seperti cakupan vaksinasi minimum 80% populasi.
Meski demikian, PPATK akan terus berupaya agar proses Indonesia masuk sebagai anggota tetap FATF dapat segera terlaksana.
"Kami sudah berargumen dan kami harap FATF bisa menerapkan peraturan dalam suasana pandemi ini dengan more flexibility, more responsible karena ada hal-hal tertentu yang masih uncertain," ujarnya. (sap)