Ilustrasi. Suasana rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/5/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Komisi XI menunda jadwal penyerahan daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Wakil Ketua Komisi XI Dolfie OFP mengatakan penyerahan DIM atas RUU KUP dan HKPD akan diserahkan setelah rapat kerja bersama dengan pemerintah sehingga penyerahan DIM tidak dilakukan pada hari ini.
"DIM [RUU KUP dan HKPD] masih menunggu rapat kerja bersama pemerintah. Rencana rapat kerja pada Senin, 13 September 2021," katanya, Senin (6/9/2021).
Fraksi-fraksi mengaku masih membutuhkan waktu untuk menyiapkan DIM tersebut. Salah satunya dari fraksi Partai Golkar. Anggota Komisi XI Mukhamad Misbakhun menuturkan fraksinya masih membutuhkan waktu lebih sebelum menyerahkan DIM.
"Fraksi Partai Golkar ingin memperdalam dan memperkuat substansi atas RUU KUP dan HKPD sehingga membutuhkan waktu lebih untuk penyerahan DIM," ujar Misbakhun.
Untuk diketahui, Komisi XI telah menggelar banyak rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk mendengarkan banyak masukan dari pemangku kepentingan mulai dari asosiasi pelaku usaha hingga organisasi keagamaan.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid sebelumnya mengatakan rencana penerapan pajak karbon yang diusulkan oleh pemerintah pada RUU KUP berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pelaku usaha, apalagi di tengah tekanan pandemi Covid-19.
"Teman-teman asosiasi berharap DPR akan mempertimbangkan kembali untuk tidak memasukkan pajak karbon pada RUU KUP," tutur Arsjad.
Arsjad mengatakan sebanyak 18 asosiasi pengusaha menolak penerapan pajak karbon yang masuk sebagai jenis pajak baru dalam RUU KUP lantaran dapat menimbulkan dampak negatif bukan hanya terhadap pengusaha, tetapi juga stabilitas perekonomian nasional dan pendapatan negara.
Muhammadiyah juga tercatat ikut memberikan pandangan mengenai RUU KUP. Muhammadiyah mengusulkan kenaikan tarif PPh orang pribadi sebesar 15% untuk orang kaya dengan penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun.
Selain itu, Muhammadiyah juga menginginkan pemberlakuan pajak karbon dilakukan secara selektif, barang kena cukai diperluas, dan pemberlakuan kebijakan pajak khusus kepada organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). (rig)