Managing Partner DDTC Darussalam dalam talkshow perpajakan bertajuk Merah Putih Membayar Pajak, Kamis (19/8/2021).
SURABAYA, DDTCNews - Reformasi pajak, baik dari aspek kebijakan maupun administrasi, yang selaras dengan best practice amat diperlukan agar kinerja penerimaan pajak dapat meningkat dan memenuhi kebutuhan dalam berbangsa dan bernegara.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan tax reform merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi demi mewujudkan Indonesia yang mandiri, kuat dalam hal pembiayaan, dan tidak bergantung pada pihak lain.
"Reformasi pajak tidak bisa ditawar-tawar lagi, apalagi pada era digitalisasi prinsip-prinsip perpajakan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa memakai cara yang sama untuk mendapatkan hasil yang berbeda," katanya, Kamis (19/8/2021).
Dalam talkshow perpajakan bertajuk Merah Putih Membayar Pajak, Darussalam menilai kinerja penerimaan pajak Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini tidak terlalu memuaskan, baik dari sisi pencapaian target, rasio pajak (tax ratio), maupun tax buoyancy.
Berdasarkan laporan OECD berjudul Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2021, rasio pajak Indonesia per 2019 berada di bawah rata-rata kawasan dan hanya lebih tinggi dibandingkan dengan Laos dan Bhutan.
Rata-rata tax buoyancy Indonesia juga tidak melampaui angka 1,0. Artinya, pertumbuhan penerimaan pajak tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. "Ketika kita menikmati pertumbuhan ekonomi, tetapi pajak tidak mengikuti, tax buoyancy kita bermasalah, di bawah 1," ujar Darussalam.
Untuk itu, sambungnya, reformasi pajak baik dari sisi administrasi dan kebijakan diperlukan untuk meningkatkan tax ratio Indonesia hingga 5%. Merujuk pada IMF Medium Strategy Indonesia (2018), reformasi pada administrasi pajak dapat memberikan tambahan tax ratio hingga 1,5% dan reformasi kebijakan memberikan tambahan hingga 3,5%.
Saat ini, pemerintah sedang membangun core tax administration system seperti yang diamanatkan pada Perpres 40/2018. Melalui sistem core tax, DJP akan mendapatkan dukungan dari sisi teknologi dan informasi dalam melaksanakan otomatisasi proses bisnis.
Reformasi kebijakan juga sudah diagendakan pemerintah melalui revisi atas UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang turut mengatur seluruh aspek perpajakan mulai dari KUP, PPh, PPN, cukai, hingga pajak karbon.
Darussalam memandang reformasi yang diusulkan pemerintah dan dibahas bersama dengan DPR melalui RUU KUP dapat dilaksanakan secara komprehensif. Peran pajak perlu dikembalikan sesuai dengan substansi, peran, international best practice, dan konsep dasarnya.
"Revisi UU KUP mengembalikan peran pajak sebagaimana mestinya sehingga hasil pajak bisa membantu pihak-pihak yang harus dibantu, apalagi yang terkena dampak pandemi Covid-19," tutur Darussalam. (rig)