PENANAMAN MODAL

Kata Kepala BKPM, Pajak Tidak Jadi Alasan Investor Enggan Tanam Modal

Dian Kurniati
Selasa, 04 Agustus 2020 | 12.02 WIB
Kata Kepala BKPM, Pajak Tidak Jadi Alasan Investor Enggan Tanam Modal

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. 

JAKARTA, DDTCNews – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan beberapa penyebab investor asing enggan datang dan menanamkan modalnya ke Indonesia.

Menurut Bahlil, penyebab utama kesulitannya menarik investasi asing bukan kebijakan fiskal, melainkan mahalnya tanah dan upah pekerja di Indonesia. Harga tanah dan upah itu terasa paling mahal saat dibandingkan dengan negara-negara Asean, seperti Thailand, Filipina, Malaysia, dan Vietnam.

"Soal tanah, saya mau jujur mengatakan bahwa kita mahal Rp3—4 juta per meter. Di beberapa negara lain kecil sekali," katanya dalam sebuah webinar, Selasa (4/8/2020).

Bahlil menyebut harga tanah di Indonesia rata-rata senilai US$225 per meter persegi atau sekitar Rp3,28 juta per meter persegi. Sementara itu, Thailand hanya US$215, Filipina US$127, Malaysia US$100, dan Vietnam US$90 per meter persegi.

Di sisi lain, masalah yang juga menyebabkan investor enggan berdatangan adalah terkait dengan upah pekerja di Indonesia. Menurut Bahlil, rata-rata upah minimum pekerja per bulan di Indonesia menjadi yang paling mahal di antara negara Asean.

Dia menyebut rata-rata harga upah minimum pekerja di Indonesia senilai US$279 per bulan atau sekitar Rp4,1 juta. Sementara itu, rata-rata upah pekerja di Malaysia hanya US$268 per bulan, Thailand dan Filipina masing-masing US$220 per bulan, dan Vietnam US$182 per bulan.

Mengenai tarif air per meter persegi, menurut Bahlil, Indonesia menjadi yang termahal kedua setelah Filipina. Tarif air rata-rata di Indonesia senilai US$0,89 atau Rp13.000 per meter persegi, sedangkan Filipina US$1,68 per meter persegi. Tarif air di Malaysia dan Vietnam lebih murah, yakni hanya US$0,53 per meter persegi, sedangkan Thailand US$0,4 meter persegi.

Adapun pada tarif listrik, Indonesia tercatat lebih mahal dibanding Malaysia dan Vietnam. Tarif listrik Indonesia senilai US$0,07 atau sekitar Rp1.000 per kWh, sedangkan Malaysia hanya US$0,05 per kWh dan Vietnam US$0,04 per kWh.

Menurut Bahlil, pemerintah terus mengupayakan agar Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara kawasan mengenai harga tanah, upah, maupun tarif air dan listrik. Soal harga tanah, pemerintah tengah menyiapkan kawasan industri terpadu di Batang yang menyediakan harga tanah lebih murah dibanding negara lainnya, seperti Vietnam.

"Harga tanahnya terjangkau. Kalau katakanlah gratis lima tahun dulu, monggo. Selebihnya kita kasih sewa atau bagaimana, jadi ini lebih fleksibel. Enggak ada masalah," ujarnya.

Dia berharap kehadiran kawasan industri Batang tersebut bisa mendatangkan banyak investor ke Indonesia, terutama di tengah pandemi virus Corona. BKPM telah merevisi target investasi tahun ini dari semula Rp886 triliun menjadi hanya Rp817 triliun.

Sementara realisasi sepanjang semester I/2020 tercatat Rp402,6 triliun atau 49,3% dari target tahun ini. Realisasi itu terdiri atas penanaman modal dalam negeri RpRp207 triliun dan penanaman modal asing sebesar Rp195,6 triliun. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.