JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyoroti ada sejumlah faktor yang menyebabkan kinerja penerimaan bea masuk sepanjang Januari-Oktober 2025 mengalami kontraksi sebesar 4,9%.
Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menyebutkan penerimaan bea masuk dipengaruhi pengurangan importasi komoditas pangan serta adanya insentif pembebasan bea masuk produk kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Menurutnya, bea masuk mampu tumbuh positif bila setoran dari 2 sektor ini tidak melempem.
"Tanpa menghitung faktor pangan dan insentif kendaraan bermotor, penerimaan bea masuk masih tumbuh sekitar 0,4%," katanya dalam rapat bersama Komisi XI DPR, dikutip pada Selasa (25/11/2025).
Penerimaan bea masuk sepanjang Januari-Oktober 2025 terealisasi Rp41 triliun. Angka itu mengalami kontraksi sebesar 4,9% dibandingkan dengan penerimaan pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp43,16 triliun.
Djaka menjelaskan faktor yang menyebabkan penerimaan bea masuk kontraksi antara lain kebijakan perdagangan di bidang pangan. Karena Indonesia tak lagi mengimpor beberapa komoditas pangan, imbasnya penerimaan bea masuk ikut menurun.
Contoh, bea masuk dari importasi komoditas pangan seperti beras, gula, dan jagung, anjlok sebesar 48,4%. Dari komoditas tersebut, penerimaan bea masuk yang terkumpul hanya Rp1,80 triliun, sedangkan tahun lalu mencapai Rp3,49 triliun.
Kemudian, kontraksi penerimaan juga terjadi karena adanya insentif pembebasan bea masuk atas kendaraan listrik. Ketentuan teknis mengenai stimulus impor kendaraan listrik ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 62/2025.
Djaka pun mencatat pembebasan bea masuk untuk importasi kendaraan listrik memengaruhi kinerja bea masuk sehingga penerimaan bea masuk untuk barang tersebut secara keseluruhan turun 24,5%.
Penerimaan bea masuk dari impor kendaraan bermotor pada tahun ini hanya Rp1,81 triliun, sedangkan tahun lalu setorannya mencapai Rp2,39 triliun.
Selain kedua aspek di atas, lanjut Djaka, penerimaan bea masuk juga dipengaruhi oleh adanya peningkatan utilisasi free trade agreement (FTA). (dik)
