JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menguraikan 3 tantangan utama yang dihadapi tiap otoritas pajak dunia, termasuk Indonesia, ketika hendak memajaki sektor ekonomi digital.
Staf Ahli Menkeu Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi menyebut aktivitas ekonomi dahulu bergantung pada kehadiran fisik. Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi digital, aktivitas ekonomi dan transaksi kini sudah serba digital, tanpa kehadiran fisik lagi.
"Tentu ini menjadi sumber daya ekonomi yang baru dan efisien, tapi ada challenge sebagai insan pajak, how to tax? Bagaimana bisa memajaki kegiatan ekonomi digital secara optimal, bahkan otoritas pajak di seluruh dunia masih terseok-seok, bagaimana kita terlambat mengantisipasinya," katanya dalam komPak: Kupas Tuntas Perpajakan Ekonomi Digital, Selasa (4/11/2025).
Tak ayal, lanjut Iwan, butuh upaya keras agar ketentuan pajak dalam negeri selaras dengan kebaruan kebijakan pajak digital. Namun, dia menekankan bahwa pemajakan tetap harus dilakukan secara adil, dan dapat berkontribusi bagi pembangunan nasional.
Dia pun menyebutkan sedikitnya ada 3 tantangan utama yang dihadapi otoritas pajak di seluruh dunia dalam menghadapi perkembangan ekonomi digital. Pertama, masalah nexus atau kehadiran ekonomi yang signifikan.
"Dalam sistem perpajakan konvensional yang sekarang, negara berhak mengenakan pajak bila perusahaan itu punya permanent establishment di suatu negara, ada kehadiran fisik. Namun, dalam ekonomi digital ini enggak berlaku," jelas Iwan.
Kedua, adanya kesulitan menentukan nilai dan alokasi laba, serta mencegah risiko base erosion dan profit shifting. Menurut Iwan, kesulitan itu muncul karena model bisnis digital sekarang ini sangat tergantung pada aset tidak berwujud.
Ketiga, adanya tantangan dalam pemungutan dan administrasi pajak. Iwan menjelaskan transaksi digital biasanya berlangsung dalam skala masif dan jumlahnya jutaan setiap hari. Hal ini mendorong administrasi pajak untuk harus serba digital dan memiliki integrasi data lintas instansi.
"Kita tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan manual dan deklaratif. Kepatuhan pajak di era digital harus berbasis otomasi dan integrasi data," tegasnya.
Saat ini, lanjut Iwan, Kemenkeu sedang mengembangkan konsep Sistem Pemungutan Pajak Transaksi Digital Luar Negeri (SPPT DLN). Melalui paradigma baru itu, lanjutnya, pemerintah berencana menunjuk perusahaan teknologi, misalnya platform pembayaran digital atau penyedia layanan digital, sebagai pihak yang memungut pajak.
Dia menjelaskan DJP berwenang menunjuk pihak lain untuk memungut dan menyetor pajak sebagaimana diatur dalam UU HPP. Untuk itu, DJP akan memaksimalkan penggunaan teknologi untuk melaksanakan administrasi perpajakan.
"Karena kalau kita bicara penunjukkan masih manual, itu belum bisa kita klarifikasi, lalu level playing field-nya enggak sama. Ini akan menimbulkan ketidakadilan, padahal konsep dari pajak adalah keadilan," tuturnya.
Meski muncul banyak tantangan pemajakan ekonomi digital, Iwan menjamin bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah akan terus mengikuti perkembangan kebijakan pajak internasional, dan menerapkan pemungutan pajak dalam negeri sesuai dengan undang-undang.
Misal, menerapkan pemungutan PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Ke depan, dia berharap akademisi, praktisi, hingga pelaku usaha dapat ikut menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah demi pemajakan transaksi digital yang adil.
Iwan juga berharap Kolaborasi Optimal Menuju Pajak Adil dan Konsisten (komPak) dapat menjadi wadah untuk mencetak SDM unggul yang berkontribusi menyumbang gagasan dan ide. Menurutnya, hal ini penting untuk mendorong inovasi dan memajukan pajak dalam negeri.
"Saya sangat berharap dengan adanya komPak, akan lahir sumber daya manusia yang unggul, yang bisa melakukan inovasi-inovasi di bidang perpajakan yang adaptif dengan perkembangan ekonomi dunia," katanya.
Sementara itu, Plt Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Sudarto berharap komPak menjadi penggerak untuk meningkatkan literasi pajak bagi seluruh stakeholder. Dia juga berharap wadah tersebut bakal menghasilkan rekomendasi konkret bagi para regulator.
"Seminar komPak kali ini juga untuk memperkuat implementasi kebijakan pajak digital sekaligus memperkokoh kontribusi sektor digital terhadap pembangunan dan kemandirian fiskal dan pembangunan Indonesia secara keseluruhan," tuturnya. (rig)
