JAKARTA, DDTCNews – Hakim Pengadilan Pajak memandang perkembangan aktivitas ekonomi digital bakal memunculkan karakteristik berupa hubungan hukum pajak yang baru di Indonesia, yakni tripartit model.
Hakim Pengadilan Pajak Junaidi Eko Widodo menjelaskan hubungan dalam hukum pajak biasanya hanya melibatkan 2 pihak, wajib pajak dan fiskus. Namun, di era digital, bakal muncul hubungan 3 arah atau tripartit, yakni ditambah dengan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), seperti marketplace yang ditunjuk sebagai pihak lain yang memungut pajak.
"Di UU HPP, ada pihak lain di tengah, yaitu PPMSE seperti marketplace yang ditunjuk. Dia bukan wajib pajak, tapi harus memungut pajak. Nah, ada aturan hukum yang muncul di sini, ini tentunya akan memunculkan suatu hal baru lagi nanti di dalam sengketa," katanya, dikutip pada Jumat (7/11/2025).
Junaidi pun menyoroti hak dan kewajiban PPMSE selaku pihak lain yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak. Dia mempertanyakan apakah DJP dapat memeriksa dan menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) terhadap PPMSE.
Di samping itu, dia menambahkan apakah PPMSE seperti marketplace juga memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas SKP yang dilayangkan DJP, layaknya wajib pajak pada umumnya atau tidak.
"Kalau diperiksa, bisa tidak dia diterbitkan SKP? Kemudian kalau bisa, apakah yang bersangkutan [PPMSE] bisa mengajukan keberatan? Karena di proses keberatan yang bisa mengajukan itu wajib pajak, pihak ketiga tidak bisa. Setelah masuk ke Pengadilan Pajak, dia ada legal standing-nya nggak? Ini jadi tantangan dan PR ke depan," kata Juniardi.
Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama menyampaikan PPMSE seperti penyelenggara marketplace yang ditunjuk sebagai pihak lain juga menyandang status sebagai wajib pajak.
Dalam Pasal 32A UU HPP, lanjutnya, ketentuan penetapan, penagihan, upaya hukum dan lain-lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan ini berlaku mutatis mutandis bagi pihak lain yang ditunjuk pemerintah sebagai pemungut pajak.
"Jadi, pihak lain menjadi wajib pajak juga, yang bisa kita periksa, terbitkan SKP. Sama, ini mengikuti yang 2 pihak tadi [fiskus dan wajib pajak]," jelas Hestu. (rig)
