JAKARTA, DDTCNews – Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak memberikan penjelasan mengenai cara menentukan besaran peredaran bruto atau omzet usaha sehingga wajib dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Kring Pajak menjelaskan pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP apabila dalam 1 tahun buku mempunyai jumlah peredaran bruto melebihi batasan pengusaha kecil. Adapun ketentuan ini diatur dalam Pasal 17 PMK 164/2023.
“Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya,” jelas Kring Pajak, Senin (27/10/2025).
Sebagai informasi, berdasarkan PMK 197/2013, pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar.
Mengingat peredaran bruto PKP dihitung hanya untuk penyerahan yang dikategorikan BKP dan JKP atau dikenai PPN maka pengusaha yang penyerahannya merupakan non-BKP dan non-JKP atau tidak dikenai PPN tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP.
Contoh, pengusaha yang penyerahannya hanya terkait dengan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan yang tidak dikenai PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 4-6 PMK 92/2020 maka tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP.
Namun, apabila penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan bersangkutan juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d PMK 71/2022 maka merupakan jasa kena pajak tertentu.
“Pengusaha yang menyerahkan JKP tersebut dan sudah melebihi batasan peredaran bruto Rp4,8 miliar wajib dikukuhkan sebagai PKP,” jelas Kring Pajak.
Contoh lain, terkait dengan penyerahan jasa boga atau katering. Sepanjang sesuai dengan ketentuan Pasal 4A ayat (3) huruf q UU PPN s.t.d.t.d UU HPP maka merupakan jenis jasa yang tidak dikenai PPN sehingga pengusahanya tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP.
Lantas, bagaimana jika pengusaha memiliki usaha jasa umroh dengan perjalanan wisata sesuai dengan kriteria Pasal 2 ayat (2) huruf d PMK 71/2022, tetapi juga menyerahkan jasa boga atau katering yang memenuhi kriteria pada Pasal 8 PMK 70/2022?
“[Bila demikian] maka penghitungan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto [PKP-nya] mengacu pada jasa umrah dengan perjalanan wisata,” sebut Kring Pajak. (rig)
