JAKARTA, DDTCNews - Nomor identitas kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) turut digunakan dalam melakukan analisis atas data kepemilikan manfaat atau beneficial ownership.
Analisis data kepemilikan manfaat dilakukan dengan cara mencocokkan data pemilik manfaat yang dilaporkan oleh korporasi dan/atau notaris dengan kuesioner pemilik manfaat.
"Pencocokkan data…dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian informasi pemilik manfaat yang dilaporkan oleh korporasi dan/atau notaris paling sedikit terhadap: NIK; NPWP; dan/atau dokumen lain yang dapat menunjukkan identitas pemilik manfaat," bunyi Pasal 12 ayat (2) Permenkum 2/2025, dikutip pada Senin (6/10/2025).
Dalam melakukan analisis data, Kementerian Hukum melalui Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) dapat mengolah dan menganalisis data berkoordinasi dengan instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Guna memastikan kebenaran data pemilik manfaat yang disampaikan oleh korporasi dan notaris, Ditjen AHU bisa melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan akan dikhususkan pada korporasi dengan tingkat risiko tinggi.
Apabila ditemukan adanya perbedaan antara data pemilik manfaat yang disampaikan dan data hasil pemeriksaan, Ditjen AHU bisa melakukan klarifikasi, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Sebagai informasi, Permenkum 2/2025 telah ditetapkan pada 2 Februari 2025 dan dinyatakan berlaku sejak tanggal diundangkan.
Berdasarkan peraturan tersebut, setiap korporasi diwajibkan untuk menetapkan pemilik manfaatnya. Korporasi antara lain perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, firma, dan persekutuan perdata.
Korporasi harus memperbarui data pemilik manfaat setiap tahun, menatausahakan dokumen pemilik manfaat, dan mengisi kuesioner terkait pemilik manfaat.
Perlu diketahui, notaris juga mengemban tugas untuk melaksanakan verifikasi kepemilikan manfaat. Verifikasi dilakukan saat korporasi menggunakan jasa notaris. Adapun verifikasi dilakukan sesuai dengan prinsip mengenali pengguna jasa bagi notaris. (rig)