JAKARTA, DDTCNews - Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyoroti terdapat ketimpangan beban pajak dan finansial antara pelaku usaha digital asing dan domestik.
Faisol mencontohkan pelaku usaha dalam negeri seperti UMKM yang berdagang di platform digital wajib menyetorkan PPN dan dikenakan PPh. Sementara pelaku usaha digital asing hanya menyetorkan PPN, tanpa dikenai kewajiban yang sama yaitu membayar PPh.
"Di tengah perkembangan ekonomi digital, kita dihadapkan pada tantangan yang mendasar. Berupa apa? Ketimpangan fiskal yang nyata antara pelaku usaha digital asing dan pelaku PMSE domestik," ujarnya, dikutip pada Sabtu (4/10/2025).
Tidak hanya pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), Faisol mengungkapkan industri manufaktur dalam negeri pun ikut mengalami ketimpangan beban pajak dan finansial bila dibandingkan dengan pengusaha yang mengimpor produk jadi.
Wamenperin menilai ketimpangan ini berpotensi meningkatkan biaya sekaligus melemahkan daya saing pelaku industri domestik. Pada akhirnya, dia khawatir ketimpangan beban pajak dan finansial bakal menekan industri manufaktur Indonesia.
"Padahal industri lokal sudah menciptakan lapangan pekerjaan, menyerap bahan baku dari lokal, mendirikan pabrik, dan memberdayakan desainer [SDM] lokal untuk produk mereka. Tetapi beban fiskalnya biasanya lebih besar daripada produk yang diterima sebagai produk impor," katanya.
Sejalan dengan itu, Faisol berpandangan pemerintah memang perlu mencari solusi untuk mengatasi ketimpangan tersebut, terutama bagi pelaku industri sektor digital, agar dapat bersaing secara adil.
Dia menambahkan ketimpangan beban pajak dan finansial ini tidak hanya merugikan para pelaku industri dalam negeri saja, tetapi juga berpotensi merugikan penerimaan negara.
"Bukan hanya soal ketimpangan, tetapi juga pendapatan negara menjadi berkurang karena tadi perbedaan perlakuan, yang dikenakan pajak atau beban fiskal antara pelaku usaha asing dan pelaku industri digital dalam negeri," tutup Faisol. (dik)