KEBIJAKAN CUKAI

Menkeu Purbaya Dorong Produsen Rokok Ilegal Masuk ke Aglomerasi Pabrik

Aurora K. M. Simanjuntak
Jumat, 26 September 2025 | 17.30 WIB
Menkeu Purbaya Dorong Produsen Rokok Ilegal Masuk ke Aglomerasi Pabrik
<p>Ilustrasi. Pekerja mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (4/11/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mendorong produsen rokok ilegal beralih menjadi legal dengan beroperasi di kawasan aglomerasi pabrik hasil tembakau (APHT).

Jika para produsen rokok tersebut beroperasi secara legal, Purbaya memproyeksikan upaya ini dapat menekan peredaran rokok ilegal, menjaga lapangan kerja, menumbuhkan pabrik rokok skala kecil dan menengah, serta menghimpun penerimaan dari pajak rokok dan cukai.

"Nanti kita akan buat suatu program khusus, mungkin pernah ada kawasan industri hasil tembakau. Di sana nanti di satu tempat akan ada mesin, gudang, pabrik, dan DJBC di sana," ujarnya dalam media briefing di Kantor Kemenkeu, Jumat (26/9/2025).

Purbaya menjelaskan APHT merupakan transformasi dari kawasan industri hasil tembakau (KIHT), sebagai bentuk pemusatan atau sentralisasi pabrik di suatu lokasi.

APHT diperuntukan bagi pengusaha pabrik skala kecil dan menengah serta pelaku UMKM.

"Ini konsepnya adalah sentralisasi plus one stop service. Ini [APHT] sudah jalan di Kudus, Jawa Tengah, dan di Parepare, Sulawesi Selatan. Jadi kita akan jalankan lagi di kota-kota yang lain," kata Purbaya.

Apabila hanya menegah dan menyetop produksi rokok ilegal, Purbaya khawatir akan berbuntut pada peningkatan pengangguran lantaran pabrik memangkas pekerja atau buruh.

Hal itu berbeda jika para produsen rokok ilegal diakomodasi dengan cara didorong untuk menjadi legal dan beroperasi di KIHT. Melalui kebijakan ini, pemerintah bisa menekan produksi rokok ilegal sekaligus menjaga lapangan pekerjaan.

Bahkan, para pekerja di industri rokok tersebut akan masuk ke sektor formal.

"Tujuannya, menarik pembuat rokok yang ilegal masuk ke kawasan khusus, dan mereka bisa bayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Jadi mereka bisa masuk ke sistem," kata Purbaya.

Menkeu juga meyakini pelaku usaha UMKM dan industri skala kecil dan menengah bisa bersaing secara adil di dalam APHT. Dengan adanya kemudahan, dia pun optimistis deretan pabrik tersebut bisa berkompetisi dengan perusahaan rokok besar.

"Jadi kita tidak hanya membela perusahaan-perusahaan rokok yang besar saja, tapi yang kecil juga bisa masuk ke sistem, dan tentunya harus bayar cukai. Kita atur supaya mereka bisa berkompetisi cukup dengan perusahaan besar," tutup Purbaya.

Pembentukan APHT telah diatur berdasarkan PMK 22/2023 untuk meningkatkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan bagi pengusaha pabrik hasil tembakau skala mikro, kecil, dan menengah. Dengan skema ini, pabrik hasil tembakau akan dikumpulkan atau dipusatkan dalam suatu kawasan tertentu sehingga lebih mudah menjalankan kegiatan usahanya.

Kegiatan yang dapat dilakukan di APHT meliputi penyelenggaraan tempat aglomerasi pabrik, kegiatan menghasilkan barang kena cukai (BKC) berupa hasil tembakau, serta mengemas BKC hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan cukai.

Pengusaha pabrik yang menjalankan kegiatan di APHT bakal diberikan 3 kemudahan. Pertama, perizinan di bidang cukai berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai pabrik hasil tembakau.

Kedua, kerja sama dilakukan untuk menghasilkan BKC hasil tembakau. Ketiga, penundaan pembayaran cukai yang diberikan dalam jangka waktu penundaan 90 hari. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.