JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk memberikan insentif baru berupa cash subsidy, refundable tax credit, atau nonrefundable tax credit kepada wajib pajak di tengah penerapan pajak minimum global (global minimum tax/GMT).
Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah akan memilih insentif yang paling sederhana dari ketiga insentif tersebut.
"Kita masih punya waktu, kita ingin lihat mana yang paling simpel untuk implementasinya," katanya, Senin (22/9/2025).
Cash subsidy, refundable tax credit, atau nonrefundable tax credit dipertimbangkan mengingat insentif-insentif yang berlaku saat ini, utamanya tax holiday, tidak selaras dengan ketentuan pajak minimum global sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 136/2024.
Tak hanya itu, insentif yang nantinya diterapkan ialah insentif yang paling sesuai dengan negara mitra perdagangan dan negara mitra investasi.
"Kita masih punya waktu untuk melihat berbagai faktor, jangan sampai nanti terlalu banyak pilihan. Kita pilih yang paling simpel dan paling connect dengan negara mitra perdagangan dan investasi," ujar Febrio.
Saat ini, lanjutnya, Kementerian Keuangan sedang fokus melakukan komparasi atas insentif-insentif yang sudah diberlakukan oleh negara lain.
"Kita banyak sekali kasih dukungan-dukungan. Kita akan banding-bandingkan mana yang paling cocok untuk membuat kita tetap kompetitif," tuturnya.
Terlepas dari beragam opsi insentif yang tersedia, Febrio menilai faktor yang paling penting ialah menjaga iklim berusaha di Indonesia. Menurutnya, insentif pajak perlu dibarengi dengan iklim usaha yang baik.
"Karena toh dikasih insentif perpajakan pun, kalau iklim usahanya enggak bersaing, cukup berat juga," katanya.
Febrio menjelaskan pemerintah telah berupaya memperbaiki iklim berusaha dengan mempermudah perizinan melalui PP 28/2025 dan penyederhanaan pengurusan sertifikat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) melalui Peraturan Menperin (Permenperin) 35/2025.
"TKDN ini sudah mulai dan kita akan dukung sehingga ke depannya investasi dengan TKDN ini bisa makin terprediksi dengan roadmap yang lebih jelas," ujarnya.
Sebagai informasi, Indonesia telah memutuskan untuk mulai mengenakan top-up tax berdasarkan income inclusion rule (IIR) dan domestic top-up tax (DMTT) mulai 1 Januari 2025.
IIR dan DMTT berlaku atas entitas konstituen yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan omzet tahunan minimal €750 juta setidaknya dalam 2 dari 4 tahun pajak. (rig)