JAKARTA, DDTCNews - Konsultan pajak memiliki peran penting, khususnya bagi wajib pajak badan, dalam pelaksanaan Kontrak Investasi Kolektif - Efek Beragun Aset (KIK-EBA) yang melibatkan transaksi keuangan dan produk investasi.
Managing Partner of DDTC Consulting David Hamzah Damian memetakan ada 3 peran penting konsultan pajak, yaitu membuat laporan analisis perpajakan, melakukan proses dan prosedur dalam analisis perpajakan, serta memberikan saran dan catatan terkait risiko pajak dalam KIK-EBA.
"Terus terang kami [konsultan pajak] ini lebih tepat disebut profesi pelengkap pasar modal, tetapi pertanyaan dari pihak terlibat paling banyak soal pajak karena besarnya pengaruh faktor pajak dalam financial modelling KIK-EBA," katanya dalam Go Public Workshop Asset-Backed Securities in Focus: Opportunities and Challenges in Indonesia's Market, dikutip pada Kamis (28/8/2025).
Lebih lanjut, David memaparkan 3 peran besar konsultan terkait penerbitan KIK-EBA. Adapun peran konsultan tidak lepas dari membuat analisis dan menyusun laporan analisis, menentukan tax assumptions, dan memberikan saran dan catatan terkait risiko pajak untuk kegiatan KIK-EBA.
David menyampaikan ada 5 laporan analisis yang menjadi output konsultan pajak. Pertama, analisis syarat subjektif wajib pajak dalam KIK-EBA. Dia menyebut bank kustodian yang mengurus penitipan kolektif atas efek sebagai wakil dari KIK-EBA yang menjadi wajib pajak badan.
Kedua, analisis kewajiban perpajakan KIK-EBA. Konsultan pajak perlu memetakan tax assumption untuk menghitung pajak yang dapat terutang, serta jenis pajak yang dikenakan seperti PPh dan PPN ketika wajib pajak memenuhi syarat subjektif sebagai wajib pajak.
"Jadi, tax assumption itu menghitung hypothetical pajak yang akan terutang di KIK-EBA itu berapa? Apakah pengalihan asset underlying KIK-EBA itu objek PPN? Penghasilan KIK-EBA itu apa saja, biaya apa saja yang boleh [diakui sebagai pengurang penghasilan bruto]? Cadangan penghapusan piutang tak tertagih bolehkah," tutur David.
Ketiga, analisis perpajakan atas pengalihan aset dari kreditur asal kepada penerbit KIK-EBA. Menurut David, analisis tersebut termasuk juga memetakan risiko pajak atas selisih nilai pengalihan.
"Contoh, bisa saja underlying cuma berapa Rp500 miliar, tapi yang dia dapat cash-nya dari hasil sekuritisasi Rp1 triliun. Nah, selisihnya mau diapain? Itu jadi masalah, dan perlu dilakukan mitigasi" ujarnya.
Keempat, analisis perpajakan terhadap pembayaran imbalan jasa kepada penerbit atau kreditur asal atau kustodian. David menjelaskan bahwa kegiatan tersebut melibatkan jasa sehingga ada potensi pemotongan PPh.
"Straight forward saja, itu harusnya bisa dilihat apakah masuk ke dalam jasa perbankan atau tidak? Kalau misalkan perusahaannya ialah bank atau jasa keuangan atau yang lainnya bagaimana? Nah sederhananya itu bisa menjadi objek pajak, tetapi bisa juga tidak objek pajak," ujar David.
Kelima, analisis perpajakan atas penghasilan. David menjelaskan bahwa konsultan pajak perlu mengidentifikasi aspek pemajakan dan potensi PPh atas bunga atau dividen, dan juga keuntungan atas pengalihan sertifikat penyertaan KIK-EBA.
Selanjutnya, David menyampaikan konsultan pajak perlu melaksanakan beberapa hal penting lainnya sebelum melakukan analisa. Misal, mengidentifikasi pihak-pihak yang relevan untuk dimintai keterangan dan melakukan wawancara.
Kemudian, menghadiri rapat bersama, mengkaji regulasi untuk diterapkan pada permasalahan yang dianalisis, menelaah ketentuan lain. Lalu, memberikan penjelasan mengenai batasan dan keterbatasan analisis perpajakan yang dilaksanakan.
Setelah melakukan analisa, David menyampaikan konsultan pajak perlu memetakan mengidentifikasi risiko potensial yang akan dihadapi wajib pajak. Lalu, memberikan strategi mitigasi dan rekomendasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum bila hal yang berisiko tersebut dipertanyakan otoritas pajak di kemudian hari.
Dia mencontohkan konsultan pajak perlu memetakan penghasilan masa depan (future income asset) dari sekuritisasi KIK-EBA akan dikenakan pajak atau tidak. Menurutnya, hal tersebut berpotensi menimbulkan risiko bagi wajib pajak ke depannya.
"Kalau future income, kita terima duit duluan nih, kreditnya apa? Pajak kan dikenakan pada setiap tambahan kemampuan ekonomis. Makanya kita bahas dulu, future income sekuritisasi bagaimana perlakuan pajaknya," kata David.
Tidak hanya itu, konsultan pajak perlu mencermati perbedaan EBA arus kas tetap dan EBA arus kas tidak tetap. Keduanya memiliki perlakuan pajak berbeda, termasuk soal implikasi pajaknya.
"Jadi, tugas kami adalah meng-highlight risiko-risiko tinggi itu, dan kami menjelaskan kepada profesi lain seperti manajer investasi, konsultan hukum, kantor akuntan publik, untuk melengkapi prosedur atau proses yang mereka lakukan, kemudian dapat juga ditindaklanjuti dengan mencari alternatif solusi untuk mitigasi risiko tersebut," tutur David. (rig)