BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenggat PPh Final UMKM: Dihapus bagi WP OP, Tidak Diperpanjang bagi PT

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 22 November 2025 | 07.00 WIB
Tenggat PPh Final UMKM: Dihapus bagi WP OP, Tidak Diperpanjang bagi PT
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Pemberitaan mengenai rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 menyedot banyak perhatian publik selama sepekan terakhir. Progres revisi PP 55/2022 ini disampaikan oleh Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dalam rapat dengar pendapat dengan DPR awal pekan ini.

Salah satu poin perubahannya adalah dihapusnya jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM sebesar 0,5% bagi wajib pajak orang pribadi dan perseroan perseorangan yang didirikan oleh satu orang.

Dirjen pajak mengatakan perubahan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria. Menurutnya, banyak wajib pajak yang selama ini berhak, tetapi tidak menggunakan PPh final UMKM karena telah melewati batas waktu tertentu.

"Nah, kami mengusulkan perubahan di Pasal 59 Bab X PP 55/2022, penghapusan jangka waktu tertentu bagi wajib pajak orang pribadi dan perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang atau PT orang pribadi," katanya.

Selain itu, Bimo juga menegaskan tidak ada perpanjangan jangka waktu pemanfaatan PPh final bagi wajib pajak badan selain perseroan perorangan.

Jangka waktu pemanfaatan PPh final bagi wajib pajak badan tetap selama 3 tahun atau 4 tahun sesuai dengan regulasi yang berlaku saat ini, yakni Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022.

"Wajib pajak badan yang sudah tidak bisa menggunakan PPh final 0,5%, mereka harus sudah mulai menjalankan pembukuan untuk menghitung PPh terutang dengan tarif normal Pasal 17 UU PPh," kata Bimo.

Perlu diketahui, Pasal 59 Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 mengatur ada 3 jangka waktu tertentu pengenaan PPh final sebesar 0,5%. Pertama, pemanfaatan PPh final UMKM paling lama 7 tahun bagi wajib pajak orang pribadi.

Kedua, paling lama 4 tahun bagi wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang. Ketiga, paling lama 3 tahun pajak bagi wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

Syarat perhitungan jangka waktu pemanfaatan PPh final UMKM tersebut berlaku bagi wajib pajak yang terdaftar setelah berlakunya PP 55/2022. Jadi, jangka waktu pengenaan PPh final dihitung sejak tahun pajak wajib pajak bersangkutan terdaftar.

Selain informasi soal perubahan PP 55/2022, ada beberapa pemberitaan perpajakan terpopuler dalam sepekan yang menarik untuk diulas kembali.

Di antaranya, pergeseran pola pendekatan DJP terhadap wajib pajak, isu soal SP2DK yang ramai dibahas di DPR, dugaan korupsi tax amnesty, ketentuan bagi mantan pegawai DJP yang beralih profesi jadi konsultan pajak, hingga dipecatnya puluhan pegawai DJP.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Pendekatan Baru DJP terhadap Wajib Pajak

Ditjen Pajak (DJP) berencana untuk mengadopsi pendekatan cooperative compliance guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak guna merespons kompleksnya perekonomian dan meningkatnya transaksi lintas batas yurisdiksi.

Bimo Wijayanto mengatakan konsep kepatuhan pajak selama ini dibangun secara sederhana, yakni jika melanggar maka akan dihukum. Menurutnya. model enforcement tersebut efektif untuk menciptakan kepatuhan dasar.

"Namun, seiring dengan ekonomi yang makin kompleks, transaksi lintas batas yang meningkat, dan model bisnis digital yang bertumbuh, pendekatan konsep sederhana dari tax enforcement tadi menjadi tidak efektif," katanya saat memberikan keynote speech dalam seminar bertajuk Reinventing Tax Compliance: From Enforcement to Cooperative Compliance yang digelar oleh FEB UI dan DDTC.

WP Keluhkan SP2DK

Anggota Komisi XI DPR Wahyu Sanjaya menyoroti banyaknya surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) yang diterbitkan oleh DJP beberapa waktu terakhir.

Wahyu mengaku mendapat keluhan dari wajib pajak yang menerima SP2DK hanya karena memanfaatkan fasilitas PPN DTP saat membeli rumah. Padahal, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menawarkan fasilitas pajak tersebut kepada masyarakat.

"Petugas pajak menerbitkan ribuan SP2DK yang mengasumsikan bahwasanya WP tidak patuh terhadap pajak. Saya tuh tidak melihat korelasinya antara apa yang dinyatakan oleh menteri keuangan dengan kenyataan di lapangan," katanya.

Dugaan Korupsi Tax Amnesty

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan tanggapan mengenai dugaan korupsi dalam program pengampunan pajak (tax amnesty) yang menyeret nama eks dirjen pajak.

Purbaya mengaku belum mendapat informasi secara detail dari Kejaksaan Agung mengenai dugaan kasus korupsi tersebut. Meski demikian, Kemenkeu menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Kejaksaan Agung.

Purbaya akan menyerahkan proses hukum atas dugaan korupsi ini kepada Kejaksaan Agung. Selama tahapan pemeriksaan, sudah ada beberapa pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipanggil ke Gedung Bundar untuk memberikan kesaksian. Menurutnya, proses 'bersih-bersih' kali ini diinisiasi oleh Kejagung, bukan dari internal Kemenkeu.

Eks Pegawai DJP Jadi Konsultan Pajak

Bimo Wijayanto mengungkapkan rencananya memperketat syarat bagi mantan pegawai DJP untuk menjadi konsultan pajak.

Ketentuan mengenai persyaratan konsultan pajak telah diatur dalam PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022. Bimo berencana mensyaratkan mantan pegawai DJP menunggu 5 tahun jika ingin menjadi konsultan pajak, lebih panjang dari ketentuan saat ini selama 2 tahun.

"Ketika mereka mungkin ada 1-2 yang ingin resign, saya memberikan waktu tunggu 5 tahun grace period supaya mereka tidak bisa langsung bekerja sebagai kuasa pajak, konsultan, ataupun bekerja di bagian perpajakan di korporasi," katanya.

Dirjen Pajak Pecat 39 Pegawai

Bimo Wijayanto berharap tidak ada lagi pegawai DJP yang melakukan penyelewengan sehingga mesti dipecat.

Bimo telah memecat 39 pegawai sejak dilantik sebagai dirjen pajak pada pada 23 Mei 2025. Menurutnya, pemecatan 39 pegawai tersebut semestinya sudah mampu menciptakan efek jera dan menjadi peringatan bagi pegawai DJP lainnya.

"Saya harap sih cukup 39 orang saja, karena ketika kehilangan 39 orang berarti harus mengganti 39 orang dengan kapasitas yang minimum sama. Tentu dengan seperti itu ada efek jera," katanya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.