JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Bimo Wijayanto merevisi sejumlah ketentuan dalam Perdirjen PER-6/PJ/2025. Padahal beleid ini belum genap 3 bulan berlaku. Topik tersebut menjadi salah satu sorotan netizen dalam sepekan terakhir.
Adapun PER-6/PJ/2025 mengatur ketentuan seputar pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak (restitusi dipercepat).
Revisi PER-6/PJ/2025 tersebut dilakukan melalui PER-16/PJ/2025 yang berlaku mulai 13 Agustus 2025. Dalam pertimbangannya, revisi dilakukan untuk menampung penyesuaian ketentuan restitusi dipercepat yang belum terakomodasi dalam PER-6/PJ/2025.
Salah satu poin yang direvisi adalah perincian ketentuan pajak masukan yang dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak. Revisi tersebut dilakukan melalui penambahan Pasal 6 ayat (2a) PER-16/PJ/2025 dan Pasal 7 ayat (4a) PER-16/PJ/2025.
Merujuk kedua pasal baru tersebut, pajak masukan yang dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak adalah pajak masukan yang telah dikreditkan dan tercantum dalam:
Faktur pajak yang: (i) telah diunggah ke sistem administrasi DJP oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang membuat faktur pajak; (ii) telah memperoleh persetujuan dari DJP; dan (iii) telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat faktur pajak;
Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak yang: (i) telah dibuat oleh PKP sesuai dengan ketentuan; (ii) telah tervalidasi dalam sistem administrasi DJP; dan (iii) telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat dokumen tertentu;
Dokumen pemberitahuan pabean impor atas impor dengan ketentuan telah dipertukarkan secara elektronik dengan DJP;
Dokumen pemberitahuan pabean impor yang diunggah oleh wajib pajak pemohon dengan ketentuan mencantumkan Nnomor Ttransaksi Ppenerimaan Nnegara (NTPN);
Dokumen surat penetapan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak (SPPBMCP) terkait impor barang kiriman, dengan ketentuan: (i) mencantumkan NTPN; (ii) terdapat dalam sistem informasi pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC); (iii) telah dipertukarkan secara elektronik dengan DJBC; dan (iv) dibayarkan oleh wajib pajak pemohon melalui penyelenggara pos.
Perlu diperhatikan, pajak masukan yang dimaksud adalah pajak masukan yang dikreditkan oleh: (i) wajib pajak kriteria tertentu; (ii) wajib pajak persyaratan tertentu; (iii) pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah; dan special purpose company (SPC); dan kontrak investasi kolektif (KIK) sebagai PKP berisiko rendah.
Selain itu, ada beberapa isu yang juga menarik untuk diulasi kembali. Di antaranya, strategi pemerintah untuk mengejar penerimaan pajak tahun depan, dibukanya kembali layanan e-Pbk, polemik kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB), dan digandengnya pemuka agama untuk mendoakan penerimaan pajak.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melanjutkan perbaikan coretax system dan menyusun kebijakan insentif pajak yang tepat guna menghimpun target penerimaan pajak senilai Rp2.357,68 triliun pada 2026.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan coretax system akan mendorong kinerja pengawasan kepatuhan pajak dan pelayanan kepada wajib pajak. Menurutnya, 2 aspek ini berkontribusi meningkatkan penerimaan pajak tahun depan.
"Mencari penerimaan strateginya yang utama adalah melanjutkan proses reformasi. Perbaikan coretax akan memperbaiki pelayanan kepada wajib pajak dan pengawasan lebih berkualitas," katanya.
Pemerintah menegaskan tidak berencana menaikkan tarif pajak untuk mengejar target penerimaan pada tahun depan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan optimalisasi penerimaan pajak pada 2026 utamanya dijalankan melalui perbaikan administrasi perpajakan. Dengan demikian, wajib pajak dapat melaksanakan kewajibannya secara mudah dan pada akhirnya turut mengerek penerimaan.
"Saya tahu 1-2 hari ini ada yang mengusulkan berbagai macam pajak ini, pajak ini, pajak ini, pajak ini. Pendekatan kita sebenarnya adalah administrative system yang mempermudah wajib pajak dan wajib bayar bea dan cukai mengakses sistem kita," katanya.
DJP kembali membuka layanan pemindahbukuan elektronik (e-Pbk) DJP Online.
Namun, fitur e-Pbk DJP Online ini hanya dibuka untuk memfasilitasi pemecahan pembayaran PPh final atas penjualan tanah dan bangunan (Kode Akun Pajak/KAP 411128 dan Kode Jenis Setor/KJS 402). Artinya, meski dibuka kembali, layanan e-Pbk DJP Online dibatasi.
“Data pembayaran yang dapat diajukan pemindahbukuan melalui kanal e-Pbk hanya untuk KAP-411128 dan KJS-402,” bunyi keterangan pada pop-up windows fitur e-Pbk di DJP Online.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengimbau pemerintah daerah untuk mengkaji ulang kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) di wilayah masing-masing.
Tito mengatakan kebijakan kenaikan PBB perlu mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Apabila sampai menyebabkan kondisi yang tak kondusif, dia menyarankan agar kebijakan kenaikan PBB ditunda atau dibatalkan.
"Saya menyampaikan agar dikaji dan kemudian, jika kondisi sosial masyarakat tidak kondusif atau tidak elok untuk dilakukan suatu kebijakan, maka tunda. Tunda atau batalkan," katanya.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengimbau DJP untuk melakukan pemungutan pajak secara santun.
Menurut Anggito, seluruh pegawai DJP perlu memperbaiki sikap dan moral sehingga pemungutan pajak dapat dilakukan secara lebih santun tanpa melukai hati masyarakat.
"Melalui forum dialog ini, mari kita mohon arahan dan nasihat dari para tokoh agama yang hadir untuk meningkatkan toleransi dalam menghimpun penerimaan negara," katanya dalam doa bersama dan dialog lintas agama. (sap)