JAKARTA, DDTCNews - Asian Development Bank (ADB) menyetujui pinjaman berbasis kebijakan senilai US$500 juta atau Rp8,05 triliun untuk modernisasi sistem perpajakan Indonesia. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (15/8/2025).
Pinjaman ini bakal digunakan untuk meningkatkan efisiensi pemungutan pajak, meningkatkan kesetaraan, serta memperkuat ketangguhan fiskal. Melalui upaya tersebut, diharapkan Indonesia bisa mendanai berbagai layanan publik dan mencapai sasaran pembangunan jangka panjang.
"Program ini merupakan momen yang sangat berarti dalam mendukung agenda keberlanjutan fiskal Indonesia," kata Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga.
Pemberian pinjaman tersebut menandai subprogram pertama dari 3 subprogram di bawah program Mobilisasi Sumber Daya Domestik (DRM/Domestic Resource Mobilization) ADB untuk Indonesia.
Prakarsa ini akan membantu Indonesia memperkuat kerangka kebijakan pajaknya, meningkatkan kepatuhan, serta mengurangi penghindaran pajak.
Dukungan ADB akan membantu mengintegrasikan reformasi yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) serta meningkatkan perolehan pendapatan melalui 3 bidang reformasi utama.
Pertama, meningkatkan efisiensi administrasi pajak. Kedua, meningkatkan kerja sama pajak internasional. Ketiga, memajukan kebijakan pajak yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
ADB memperkirakan subprogram pertama tersebut akan meningkatkan rasio pajak terhadap PDB Indonesia hingga 1,28 poin persen pada 2030 sehingga menciptakan ruang fiskal untuk pertumbuhan dan investasi yang berkaitan dengan kesejahteraan.
Berbagai reformasi tersebut juga akan membantu mempercepat kemajuan Indonesia menuju status negara berpenghasilan menengah ke atas.
ADB menilai yang menjadi komponen kunci dari reformasi adalah penerapan sistem inti administrasi perpajakan (coretax administration system).
ADB pun berharap coretax system mampu merampingkan proses administrasi, meningkatkan layanan, meningkatkan akurasi dan granularitas data, serta memperkuat kapasitas Ditjen Pajak (DJP) dalam mendeteksi dan menangani ketidakpatuhan.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai penggunaan uang pajak untuk belanja pendidikan 2025. Lalu, ada juga bahasan terkait dengan Mahkamah Konstitusi yang menolak judicial review soal tarif PPN.
Modernisasi administrasi perpajakan diyakini memperkuat kemampuan DJP dalam memerangi penghindaran pajak internasional, sejalan dengan OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS, terutama di negara-negara tempat perusahaan tersebut melakukan usaha dan memperoleh keuntungan.
"Dengan modernisasi administrasi pajak melalui digitalisasi dan penguatan kerja sama pajak internasional, Indonesia akan lebih punya kemampuan untuk membiayai prioritas pembangunannya sambil mempertahankan kestabilan makroekonomi," ujar Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga.
Tak hanya itu, Jiro juga optimistis reformasi tersebut dapat mengurangi biaya kepatuhan bagi dunia usaha di Indonesia melalui penyederhanaan berbagai proses restitusi PPN dan percepatan proses penyelesaian sengketa pajak. (DDTCNews)
DJP menyebut uang pajak yang digunakan untuk belanja pendidikan pada tahun ini mencapai Rp285,2 triliun.
Alokasi pagu sektor pendidikan senilai Rp285,2 triliun ini dibiayai oleh APBN 2025, yang mayoritas berasal dari pajak yang telah dibayarkan oleh wajib pajak dan masyarakat umum.
"Pajak yang kita bayar membiayai pendidikan nasional. Tahun 2025, APBN mengalokasikan Rp285,2 triliun untuk pendidikan," kata DJP di media sosial. (DDTCNews)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan pedoman keamanan siber penyelenggara perdagangan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, di Indonesia.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Hasan Fawzi, pedoman ini diperlukan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran penyelenggara perdagangan aset keuangan digital atas keamanan siber.
"Setahun yang lalu, OJK telah menerbitkan pedoman keamanan siber khusus bagi penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK). Kami memperluas pedoman tersebut untuk penyelenggara perdagangan di ekosistem aset keuangan digital nasional," katanya. (DDTCNews)
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengujian materiil terkait tarif PPN yang diajukan oleh pemohon dari beragam latar belakang, mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, hingga pengemudi ojek online.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan norma dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf a, g, j serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU PPN tidaklah menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon.
"Dengan demikian, dalil pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Ridwan saat membacakan Putusan MK Nomor 11/PUU-XXIII/2025. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Masih seretnya penerimaan negara, terutama dari pajak, mempersempit ruang fiskal pemerintah. Padahal, belanja negara seharusnya makin ngebut agar roda ekonomi berputar lebih kencang pada semester II/2025.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengeklaim penerimaan pajak hingga pertengahan Agustus membaik, meski masih terkontraksi sekitar 5% secara tahunan. Menurutnya, kontraksi tersebut lebih rendah ketimbang periode Januari-Juni 2025 yang turun 6,27% secara tahunan.
Kontraksi yang menyempit tersebut juga sejalan dengan membaiknya penerimaan pajak penghasilan orang pribadi, serta penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN). (Kontan)