JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) telah menyeragamkan formulir pelaporan SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi sehingga lebih user-friendly. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (31/7/2025).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Rosmauli mengatakan penyeragaman formulir pelaporan SPT Tahunan akan mempermudah wajib pajak orang pribadi melaksanakan kewajibannya. Menurutnya, wajib pajak kini tidak perlu bingung memilih formulir saat mau lapor SPT lantaran tampilan formulir SPT sudah seragam.
"Dengan format yang seragam, diharapkan wajib pajak tidak bingung memilih jenis formulir sehingga proses pelaporan SPT menjadi lebih sederhana, efisien, dan user-friendly," ujarnya.
Rosmauli menjelaskan otoritas telah menyederhanakan formulir SPT menjadi 1 jenis format, menggantikan 3 format formulir sebelumnya. Dengan adanya kebijakan ini, DJP tidak lagi membeda-bedakan pelaporan SPT berdasarkan kategori penghasilan wajib pajak.
Dia menuturkan tujuan utama penyeragaman tampilan formulir SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi ialah untuk memberikan kemudahan dan kepastian bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pelaporan pajaknya.
"Ke depannya, DJP akan terus melakukan edukasi dan pendampingan agar transisi ke formulir baru ini dapat berjalan dengan lancar dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat," kata Rosmauli.
Untuk diketahui, DJP telah memangkas jumlah formulir SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025. Tadinya, DJP menyediakan 3 jenis formulir, yaitu SPT 1770, 1770 S dan 1770 SS, sedangkan sekarang hanya satu jenis saja.
Kini, wajib pajak orang pribadi, baik karyawan maupun nonkaryawan, harus melaporkan penghitungan dan pembayaran PPh terutangnya menggunakan formulir SPT Tahunan yang sama, sesuai dengan format dalam Lampiran G PER-11/PJ/2025.
"SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi ... dibuat sesuai contoh format; dan diisi sesuai petunjuk pengisian, sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G ... peraturan direktur jenderal ini," bunyi Pasal 83 ayat (2) PER-11/PJ/2025.
Selain topik tersebut, terdapat ulasan mengenai kerja sama integrasi data kependudukan dan perpajakan antara Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri. Kemudian, ada pembahasan soal penerbitan PMK 51/2025 serta rencana perluasan penerima fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP).
DJP dan Ditjen Dukcapil menandatangani perjanjian kerja sama dalam rangka mengintegrasikan data kependudukan dan perpajakan.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyebutkan kerja sama DJP dan Ditjen Dukcapil mencakup validasi data NIK untuk kepentingan pajak, pemutakhiran data kependudukan, serta pemberian layanan face recognition untuk mendukung administrasi dan pengawasan perpajakan.
"Kerja sama ini merupakan upaya integrasi dan pemanfaatan data lintas sektor untuk memperkuat basis data perpajakan dan administrasi pemerintahan," ujarnya. (DDTCNews, Bisnis Indonesia, Kontan, Tempo)
Pemerintah menyesuaikan ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Penyesuaian ketentuan tersebut dilakukan melalui PMK 51/2025. Beleid yang berlaku mulai 1 Agustus 2025 ini diterbitkan di antaranya untuk menyesuaikan ketentuan impor emas batangan.
"Untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan administrasi dalam pengenaan PPh...impor emas batangan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pemungutan PPh Pasal 22,” bunyi pertimbangan PMK 51/2025. (DDTCNews)
Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) mendorong pemerintah untuk memberikan insentif, baik fiskal maupun nonfiskal, bagi penyelenggara marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.
Sekretaris Jenderal idEA Budi Primawan menilai insentif bisa menjadi kompensasi bagi marketplace yang telah melakukan penyesuaian, termasuk menyiapkan sistem TIK untuk melakukan pemungutan dan pelaporan pajak, dalam memenuhi ketentuan dalam PMK 37/2025.
"Mengacu pada tanggung jawab yang diberikan kepada platform e-commerce sebagai pemungut dan pelapor pajak, kita minta insentif bersifat fiskal atau nonfiskal sebagai kompensasi terhadap beban administratif dan operasional," katanya. (DDTCNews, Kontan)
Perubahan ketentuan pajak atas transaksi kripto dalam PMK 50/2025 dikhawatirkan menyebabkan transaksi kripto melemah.
CEO Tokocrypto Calvin Kizana menilai kenaikan tarif pajak bisa memengaruhi perilaku investor dalam bertransaksi. Investor bisa lebih selektif, bahkan menahan transaksi saat pasar sedang volatil.
"Regulasi ini bisa memicu perpindahan aktivitas transaksi ke luar negeri dan melemahkan pertumbuhan ekosistem dalam negeri," kata Calvin. (Bisnis Indonesia, Kontan)
Pemerintah berencana memperluas cakupan fasilitas PPh Pasal 21 DTP, yang saat ini hanya diberikan untuk pegawai di sektor padat karya.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pemerintah tengah menyusun paket stimulus untuk mendorong aktivitas ekonomi pada semester II/2025. Dalam bahan paparan yang disampaikannya, tertulis salah satu usulan stimulusnya adalah PPh Pasal 21 untuk pegawai tertentu di sektor terkait pariwisata.
"Selain di semester I, ini [usulan stimulus ekonomi] yang semester II, yang kemarin kita bahas bersama-sama dengan para menteri terkait," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah mendorong pelaku usaha membuka program magang dan memanfaatkan fasilitas supertax deduction untuk kegiatan vokasi.
Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar mengatakan fasilitas supertax deduction dapat dinikmati oleh pelaku usaha yang bekerja sama dengan lembaga pendidikan. Melalui fasilitas pajak ini, dia berharap makin banyak pengusaha yang terlibat dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM).
"Perusahaan dan industri yang melakukan pemagangan, melakukan rekrutmen, dalam bentuk vokasi untuk para calon tenaga kerja akan mendapatkan berbagai insentif, salah satunya adalah supertax deduction. Tolong digunakan semaksimal mungkin," katanya. (DDTCNews, Kompas.com, Antara)
(dik)