Pengunjung berbelanja di salah satu pasar swalayan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023). Terlihat rak minuman berpemanis. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) paling cepat diterapkan pada semester II/2025.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan cukai MBDK memang direncanakan mulai berlaku pada patuh kedua 2025. Meski demikian, pengenaan cukai MBDK harus memperhatikan kinerja perekonomian pada tahun ini, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
"Direncanakan memang sesuai jadwal semester II/2025," katanya, Jumat (10/1/2025).
Nirwala mengatakan UU 11/1995 tentang Cukai s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur penambahan atau pengurangan objek cukai cukup diatur dalam peraturan pemerintah (PP) setelah dibahas dan disepakati dengan DPR dalam penyusunan APBN. Menurutnya, pemerintah akan terus memantau kinerja ekonomi pada semester I/2025 sembari mengkaji skema dan menyiapkan regulasi yang dibutuhkan untuk mengenakan cukai MBDK.
Selain itu, pemerintah juga harus bersiap mengatur berbagai aspek dalam cukai MBDK antara lain soal definisi MBDK, tarif, batasan atau threshold yang dikenakan cukai, serta barang yang akan diberikan fasilitas pembebasan atau tidak dipungut cukai.
Sementara itu, Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Akbar Harfianto menyebut pemerintah terus bersiap menerapkan cukai MBDK. Dari sisi regulasi, pemerintah harus menyiapkan PP beserta aturan teknisnya sepertinya peraturan menteri keuangan (PMK) dan peraturan dirjen bea dan cukai.
Mengenai pengaturan tarif cukai MBDK, dia menjelaskan tidak semua produk MBDK akan dikenakan cukai karena penjualannya dilakukan secara on-trade dan off-trade. On-trade merujuk pada penjualan MBDK yang sudah dikemas di pabrik, sedangkan off-trade merupakan penjualan MBDK yang dikemas di gerai-gerai.
"Mana yang akan dikenakan? Ini kita masih lakukan pembahasan secara teknis. Tetap kami akan memperhatikan beban administrasi dibandingkan dengan impact-nya," ujarnya.
Akbar melanjutkan pemerintah memang memperhatikan best practice penerapan cukai MBDK di luar negeri sebagai referensi. Namun, pemerintah juga tetap mempertimbangkan kondisi yang terjadi di dalam negeri.
Misal untuk penentuan threshold kandungan gula dalam MBDK yang dikenakan cukai, Kemenkeu akan membahas rekomendasi asupan tambahan gula yang sehat bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dia menambahkan pengenaan cukai MBDK tidak semata-mata untuk menambah penerimaan negara. Menurutnya, cukai MBDK utamanya bertujuan mengendalikan konsumsi gula tambahan pada masyarakat sehingga dapat mengurangi prevalensi penyakit tidak menular.
Pemerintah telah mewacanakan pengenaan cukai MBDK dan menyampaikannya kepada DPR pada awal 2020. Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun.
Setelahnya, target cukai MBDK rutin masuk dalam APBN. Pada APBN 2025, cukai MBDK ditargetkan senilai Rp3,8 triliun. (sap)