PENERIMAAN NEGARA

Terapkan Prinsip Ultimum Remedium Cukai, Pemerintah Raup Rp55,6 Miliar

Dian Kurniati
Kamis, 14 November 2024 | 13.30 WIB
Terapkan Prinsip Ultimum Remedium Cukai, Pemerintah Raup Rp55,6 Miliar

Menko Polkam Budi Gunawan (tengah) menyampaikan keterangan bersama Wamenko Polkam Lodewijk Freidrich Paulus (kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) saat penyampaian hasil penindakan bidang kepabeanan dan cukai di Jakarta, Kamis (14/11/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumaynym.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat implementasi prinsip ultimum remedium di bidang cukai telah menyumbang penerimaan negara sejumlah Rp55,6 miliar hingga Oktober 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan prinsip ultimum remedium di bidang cukai dilaksanakan terhadap 1.390 penindakan. Prinsip ini dilaksanakan berdasarkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Kami mampu untuk memulihkan penerimaan negara untuk mendapatkan ultimum remedium sebesar Rp55,6 miliar dari 1.390 penindakan bidang cukai," katanya, Kamis (14/11/2024).

Sri Mulyani menuturkan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah melakukan penindakan penyelundupan di bidang kepabeanan dan cukai sebanyak 31.275 kali hingga Oktober 2024. Total nilai barang yang ditindak mencapai Rp6,1 triliun dan menyebabkan potensi kerugian negara senilai Rp3,9 triliun.

Dari hasil penindakan penyelundupan di bidang kepabeanan dan cukai tersebut, DJBC juga telah melaksanakan 183 penyidikan tindak pidana dengan menetapkan 193 orang tersangka.

Sebagai informasi, UU Cukai s.t.d.d UU HPP telah mengatur ulang prinsip ultimum remedium di bidang cukai sebagai upaya pemulihan kerugian pendapatan negara pada saat penelitian dan penyidikan.

Beleid tersebut menyatakan pejabat DJBC berwenang melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran cukai. Jika hasil penelitian menunjukkan pelanggaran bersifat administratif, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui pembayaran sanksi administratif.

Penelitian atas dugaan pelanggaran hanya dibatasi pada 5 pasal, yaitu Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Cukai. Kelimanya menyangkut pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai (BKC), BKC tidak dikemas, BKC yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.

Hasil penelitian yang tidak berujung pada penyidikan mewajibkan pelaku untuk membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah cukai yang seharusnya dibayar.

Terkait dengan ketentuan teknis penerapan prinsip ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai pada tahap penelitian, Kemenkeu telah menerbitkan PMK 237/2022.

Kemudian, perubahan juga berlaku untuk Pasal 64 UU Cukai yang terkait dengan pemulihan kerugian pendapatan negara pada tahap penyidikan. Dalam ketentuan sebelumnya, penghentian penyidikan mewajibkan pembayaran pokok cukai ditambah sanksi denda 4 kali cukai kurang dibayar.

Namun, melalui UU HPP, ketentuan tersebut diubah. Pemulihan kerugian pendapatan negara saat tahap penyidikan dilakukan dengan membayar sanksi denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Sebagai peraturan pelaksana terkait dengan penerapan ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai pada tahap penyidikan, telah diterbitkan PP 54/2023 dan PMK 165/2023. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.