UU HPP

Catat! Pengungkapan Ketidakbenaran SPT Maksimal Sebelum SPHP Terbit

Dian Kurniati
Kamis, 30 Mei 2024 | 10.30 WIB
Catat! Pengungkapan Ketidakbenaran SPT Maksimal Sebelum SPHP Terbit

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak masih berkesempatan untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) meski sudah dilakukan pemeriksaan oleh Ditjen Pajak (DJP).

Laporan APBN Kita menjelaskan meskipun DJP telah melakukan pemeriksaan, wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Namun, wajib pajak hanya mempunyai kesempatan mengungkapkan ketidakbenaran SPT sepanjang dirjen pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).

"Sepanjang SPHP belum disampaikan, wajib pajak masih berkesempatan mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT," bunyi laporan APBN Kita yang diterbitkan Kemenkeu, dikutip pada Kamis (30/5/2024).

Proses pemeriksaan akan tetap dilanjutkan meski wajib pajak mengungkapkan tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan. Sebelum Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terbit, pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT paling lambat dilakukan sebelum DJP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Adapun setelah UU HPP terbit, batas waktunya dipercepat menjadi sepanjang surat SPHP belum disampaikan oleh DJP.

Perubahan batas waktu ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari kemungkinan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT oleh pemeriksa pajak tidak dipertimbangkan. Pasalnya, isian dari SPHP harus mencerminkan seluruh pemeriksaan.

Apabila pengungkapan dilakukan setelah SPHP disampaikan, akan menyebabkan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tersebut tidak mencerminkan nilai atau kondisi yang dilandasi kesadaran wajib pajak sendiri atau terdapat kemungkinan pengaruh perhitungan dalam SPHP.

Mekanisme dan prosedur pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dilakukan oleh wajib pajak secara tertulis dalam laporan tersendiri sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan disampaikan ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Laporan tersebut harus ditandatangani oleh wajib pajak, wakil, atau kuasa dari wajib pajak dan dilampiri dengan 3 dokumen.

Pertama, penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format SPT. Kedua, Surat Setoran Pajak (SSP) atas pelunasan pajak yang kurang dibayar apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT mengakibatkan pajak yang kurang dibayar menjadi lebih besar.

Ketiga, SSP atas sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP jika pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT mengakibatkan pajak yang kurang dibayar menjadi lebih besar.

"Kesempatan ini selayaknya dimanfaatkan sebaik mungkin oleh wajib pajak dengan menunjukkan itikad baik dalam membuat laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, sehingga laporan tersebut benar-benar mencerminkan keadaan yang sesungguhnya," bunyi laporan APBN Kita. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.