Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Periksa Keuangan (BPK) baru saja menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak Tahun 2021 dan 2022. Sejumlah temuan BPK terhadap kinerja pengawasan kepatuhan Ditjen Pajak (DJP) diungkap melalui laporan ini. Hal ini mendapatkan sorotan cukup hangat dari netizen sepanjang pekan ini.
Salah satu temuan yang diungkap BPK adalah masih adanya kantor pelayanan pajak (KPP) yang menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) lebih dari satu atas data penguji yang sama. SP2DK diterbitkan untuk meminta penjelasan kepada wajib pajak terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan.
Laporan BPK tersebut menyebutkan bahwa penerbitan beberapa SP2DK atas data pemicu dan data penguji dilakukan untuk mendukung pencapaian kinerja account representative (AR).
"Menurut penjelasan AR, penerbitan SP2DK untuk wajib pajak sama dan tahun pajak yang sama dapat dilakukan berulang-ulang karena secara aturan dan sistem memang memungkinkan SP2DK diterbitkan per masa atau per jenis pajak. Hal ini dilakukan untuk memenuhi capaian kinerja AR," tulis BPK dalam LHP-nya.
BPK berpandangan masalah ini timbul karena AR tidak cermat dalam mengusulkan penerbitan SP2DK dan LHP2DK dengan data pemicu yang sama. Kepala KPP dan kepala seksi pengawasan juga dianggap kurang optimal dalam mengawasi pekerjaan AR.
Menurut BPK, kondisi ini tidak sesuai dengan PMK 45/2021 yang menyatakan bahwa AR memiliki tugas untuk melaksanakan analisis dalam rangka memastikan wajib pajak mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.
Akibat kondisi ini, AR menjadi kurang optimal dalam menggali potensi penerimaan pajak atas penerbitan SP2DK berulang dan/atau penyelesaian LHP2DK dengan data pemicu yang sama.
BPK lantas merekomendasikan beberapa hal kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Apa saja? Baca artikel lengkapnya, 'AR Terbitkan Banyak SP2DK Atas Satu Data yang Sama, BPK Ungkap Hal Ini'.
Sementara itu dalam laporan lainnya, yakni Laporan Tahunan DJP 2022, ada hal lain yang juga menarik perhatian. Strategi kolaborasi penegakan hukum dengan fungsi lain yang dijalankan DJP pada 2022 berhasil mendorong ribuan wajib pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau pembayaran pajak.
Berdasarkan pada Laporan Tahunan DJP 2022, pembetulan SPT dan/atau pembayaran pajak didorong adanya strategi kolaborasi penegakan hukum dengan fungsi pengawasan, pemeriksaan, intelijen, dan lainnya.
"Strategi kolaborasi … berhasil mendorong 5.395 wajib pajak untuk melakukan pembetulan SPT dan/atau pembayaran pajak dengan realisasi sebesar Rp3,34 triliun," tulis DJP dalam laporan tersebut.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2021, strategi kolaborasi itu mendorong 5.110 wajib pajak melakukan pembetulan SPT dan/atau melakukan pembayaran senilai Rp1,6 triliun.
Apa saja strategi kolaborasi yang dijalankan otoritas pajak? Baca artikel lengkapnya, 'Penegakan Hukum DJP, Ribuan Wajib Pajak Betulkan SPT dan Bayar Pajak'.
Selain dua topik di atas, masih ada sejumlah pemberitaan perpajakan lainnya yang juga ramai diperbincangkan netizen. Di antaranya, kinerja layanan konsultasi DJP, update Solusi 2 Pilar, dan informasi tentang berlakunya PSAK 74.
BPK merekomendasikan menteri keuangan untuk memerintahkan dirjen pajak agar menginstruksikan kepala KPP untuk memberikan pembinaan kepada AR.
Pemeriksaan BPK pada 2021 dan 2022 menunjukkan terdapat AR yang tidak melakukan penelitian, permintaan penjelasan hasil penelitian ke wajib pajak, dan/atau analisis yang cukup atas penghitungan potensi pajak dalam kerangka pengawasan kepatuhan wajib pajak.
"BPK merekomendasikan…memberikan pembinaan kepada AR terkait atas ketidakcermatannya, dan selanjutnya lebih cermat dalam melakukan penelitian, analisis, pemutakhiran, dan tindak lanjut potensi data perpajakan," bunyi IHPS I/2023.
DJP mencatat telah menelepon 377.635 wajib pajak melalui layanan outbound call sepanjang 2022.
Melalui Laporan Tahunan 2022, DJP menyatakan telah mengembangkan layanan outbound call dalam program click, call, dan counter (3C) untuk mengoptimalkan pelayanan kepada wajib pajak sekaligus melakukan pengawasan.
Dalam hal ini, otoritas turut memanfaatkan outbound call untuk menyampaikan informasi kepada wajib pajak/penanggung pajak melalui telepon.
Wajib pajak perlu bersiap mengantisipasi dampak-dampak yang bakal ditimbulkan dari penerapan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan negara-negara dari Inclusive Framework telah menyepakati pajak minimum global sebesar 15% dalam Pilar 2. Ketentuan tersebut salah satunya bakal berpengaruh pada ketentuan insentif pajak.
"Yang selama ini eligible memperoleh insentif seperti tax holiday, mungkin tax holiday yang Anda dapatkan nantinya tidak akan optimal," katanya dalam DDTC Breakfast Talk dengan tema Bersiap Antisipasi Two-Pilar Solution.
Serangkaian tindakan penagihan dilakukan jika wajib pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat jatuh tempo pelunasan.
Sesuai dengan PMK 61/2023, utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar, termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Dalam hal wajib pajak tidak melunasi utang pajak yang masih harus dibayar setelah lewat jatuh tempo pelunasan, dilakukan serangkaian tindakan penagihan pajak,” bunyi Pasal 4 ayat (4) PMK 61/2023.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 66 dan PSAK 74 akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Merespons hal tersebut, Kompertamen Akuntan Pajak Ikatan Akuntansi Indonesia (KAPj IAI) akan menerbitkan buku panduannya,
Anggota KAPj IAI sekaligus Sekretaris Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI), Christine Tjen, menjelaskan bahwa panduan perlu dibuat agar perlakuan akuntansi dan perubahan regulasi perpajakan bisa disinergikan.
"Ke depannya nanti akan ada PSAK yang berlaku 2025, yakni PSAK 66 dan 74. Ini yang akan kami godok lagi ke depannya dan akan dibuatkan buku panduan lagi. Karena ini bisa menimbulkan cukup banyak gejolak, terutama yang asuransi. Terus yang joint arrangement tentang joint venture dan lainnya," kata Christine. (sap)