PMK 96/2023

PMK 96 Tahun 2023 Dirilis, DJBC: Untuk Cegah Praktik Under Invoicing

Dian Kurniati
Rabu, 11 Oktober 2023 | 11.30 WIB
PMK 96 Tahun 2023 Dirilis, DJBC: Untuk Cegah Praktik Under Invoicing

Ilustrasi. Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah merilis PMK 96/2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman sebagai upaya memberantas praktik under invoicing atas nilai pabean pada barang kiriman.

Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan DJBC menemukan indikasi praktik under invoicing di lapangan. Menurutnya, praktik tersebut merupakan modus pelanggaran ketentuan di bidang kepabeanan dengan memberitahukan harga di bawah nilai transaksi.

"Kami melihat adanya indikasi praktik under invoicing atas barang kiriman," katanya dalam sosialisasi PMK 96/2023, dikutip pada Rabu (11/10/2023).

Fadjar menuturkan PMK 96/2023 diterbitkan sebagai bagian dari upaya perbaikan proses bisnis impor dan ekspor barang kiriman. Dengan langkah tersebut, praktik under invoicing diharapkan dapat dihilangkan.

Praktik under invoicing biasanya dilakukan importir karena ingin memperoleh pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam menyebut strategi menghilangkan praktik under invoicing dalam PMK 96/2023 ialah dengan mewajibkan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce bermitra dengan DJBC.

Dengan kemitraan, PPMSE harus melakukan pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas barang kiriman yang transaksinya melalui PPMSE.

Pada PMK 96/2023 juga diatur perubahan sistem pemberitahuan pabean dan penetapan tarif atau nilai pabean barang hasil perdagangan. Semula, mekanisme yang dipakai berupa official assessment, tetapi kini menjadi self assessment dalam PMK 96/2023.

Dengan mekanisme self assessment, pemberitahu akan menghitung sendiri bea masuk dan pajak yang harus dibayar. Apabila yang diberitahukan ternyata undervalue maka akan ada konsekuensi berupa sanksi sebesar 100% hingga 500% dari bea masuk yang kurang dibayar.

"Oleh karena itu, bagi marketplace, PJT [perusahaan jasa titipan], atau PT Pos harus tahu persis dalam hal hasil perdagangan ini invoice-nya mana. Dimintakan kepada pihak pengirim supaya jangan sampai salah," ujar Chotibul. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.