PAJAK KARBON

Apa Manfaat Pajak Karbon? Begini Penjelasan Kementerian ESDM

Dian Kurniati
Kamis, 13 Juli 2023 | 10.00 WIB
Apa Manfaat Pajak Karbon? Begini Penjelasan Kementerian ESDM

Foto udara aktivitas bongkar muat batu bara di kawasan pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (31/1/2023). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/tom.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif turut mendorong penerapan pajak karbon sebagai bagian dari upaya penurunan emisi karbon.

Arifin mengatakan pemerintah serta para pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha, perlu bersinergi untuk menurunkan emisi karbon. Menurutnya, skema pajak karbon dapat diterapkan untuk mempercepat upaya penurunan karbon.

"Wacana penggunaan pajak karbon sebagai salah satu cara dunia untuk menekan emisi bisa menjadi momentum tepat," katanya, dikutip pada Kamis (13/7/2023).

Arifin mengatakan kebijakan pajak karbon makin mendesak ketika Uni Eropa mulai mengadopsi regulasi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) untuk mengurangi emisi karbon di wilayahnya melalui pengenaan pajak atau bea masuk. Apabila tidak mengenakan pajak karbon, Indonesia bisa terkena dampak negatif akibat kebijakan CBAM.

CBAM menjadi bagian dari upaya Uni Eropa menjadi kawasan pertama di dunia yang mencapai status bebas emisi pada 2050. Melalui CBAM, Uni Eropa ingin membatasi emisi pada barang yang masuk ke wilayahnya.

Uni Eropa akan menerapkan CBAM secara penuh pada 2026. Pajak karbon pun bakal dikenakan untuk 5 jenis produk utama yakni produk besi dan baja, aluminium, semen, pupuk, serta energi.

Sebelum periode tersebut, CBAM akan menerima pelaporan soal jumlah emisi yang terkandung dalam produk tanpa pembayaran pajak karbonnya.

Menurut Arifin, kebijakan CBAM di Uni Eropa berpotensi memperlemah daya saing produk Indonesia.

"Apa jadinya negara-negara kalau ketinggalan dalam mengurangi emisinya? Akibatnya industri yang menggunakan energi fosil akan terkena pajak. Itu akan menyebabkan tidak kompetitifnya produksi kita di pasar internasional," ujarnya.

Melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah mulai mengatur soal pajak karbon sebagian upaya pengendalian emisi karbon. Pajak karbon semua direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tapi hingga saat ini belum terimplementasi.

Pada tahapan awal, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme cap and trade. Oleh karena itu, pemerintah juga harus menyiapkan mekanisme perdagangan karbon yang tidak hanya berlaku di dalam negeri, tetapi juga secara internasional. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.